KAIRO, Meja Hijau – Menghina Pengadilan Kairo, mantan Presiden Mesir, Mohamed Morsi bersama 19 terdakwa lainnya divonis 3 tahun penjara, Sabtu (30/12/2017).
Ia juga diganjar denda 2 juta Pounds Mesir atau setara Rp 1,5 miliar pada kasus yang sama, seperti aktivis ternama Mesir Alaa Abdel Fattah dan anggota parlemen yang juga presenter televisi Tawfik Okasha yang dihukum denda antara 30 ribu – 1 juta pounds Mesir atau Rp 22,9 juta hingga Rp 765 juta.
Vonis Pengadilan Kairo itu ternyata masih digugat banding Mohamed Morsi bersama para terdakwa lainnya. Morsi yang berasal dari kelompok Ikhwanul Muslimin semasa menjabat Presiden Mesir pernah melontarkan penghinaan terhadap pengadilan.
Pernyataan Morsi hingga dia divonis penjara karena pernah menyebut 22 hakim mencurangi Pemilu Parlemen Mesir pada tahun 2005 lalu. Ia menjadi Presiden Mesir pertama dari kalangan sipil, terpilih melalui Pemilu yang bebas dan adil tahun 2012.
Morsi menjabat presiden setelah Hosni Mubarak tumbang pada tahun 2011 silam. Setahun menjabat Presiden Mesir, Mohamed Morsi dilengserkan melalui kudeta Panglima Militer Abdel Fattah al-Sisi yang kini Presiden Mesir.
Setelah lengser, Morsi langsung ditangkap dan dijerat berbagai kasus. Dari empat kasus yang disangkakan, salah satunya menghina Pengadilan Kairo. Morsi yang kini berusia 66 tahun tengah menjalani masa hukuman 20 tahun atas kasus menghasut pembunuhan demonstran saat unjuk rasa besar-besaran tahun 2012.
Selain itu, dia juga sedang diganjar 25 tahun penjara atas kasus menjadi mata-mata untuk Qatar. Dari dua kasus tersebut, Morsi telah divonis penjara seumur hidup dalam kasus spionase untuk Iran, spionase Kelompok Hizbullah bermarkas di Libanon dan Mahas yang menguasai Jalur Gaza.
Hanya saja, pengadilan November 2016 lalu, Mahkamah Agung Mesir membatalkan vonis penjara seumur hidup dan memerintahkan sidang ulang. Begitu juga vonis mati kepada Morsi terkait kasus pembobolan penjara dan kekerasan terhadap polisi saat kerusuhan 2011, juga telah digugurkan Pengadilan Banding Mesir pada November 2016.(dct/arya)