Catatan Akhir Tahun 2017:
Oleh: Paulus T Sosrony Serang
PERJALANAN Pemerintahan kurang lebih 7 bulan setelah dilantik oleh Gubernur Sulawesi Utara Olly Dondokambey sebagai pemimpin baru untuk Tanah Tampungang Lawo, pasangan Jabes Ezar Gaghana dan Helmud Hontong langsung bergegas bekerja, kerja, dan kerja untuk rakyatnya.
Pasangan yang sempat menggoncangkan perpolitikan nasional dalam Pilkada 2017 tersebut, karena cos politiknya dibiayai masyarakat lewat budaya Kongkong (gotong royong) sehingga membuktikan bahwa uang bukan segalanya. Kepercayaan masyarakat sontak menjadi kekuatan besar mengalahkan segala intrik maupun strategi terlebih politik uang.
Membangun dengan Kasih menjadi landasan dan pijakan dalam setiap penentuan kebijakan dan pengambilan keputusan pemerintahan Gaghana-Hontong. Membangun dengan Kasih pula mampu merangkul perbedaan dan menyingkirkan setiap dendam sehingga kebersamaan menjadi modal yang kuat serta kokoh mencapai tujuan bersama.
Sehingga tergolong dalam waktu yang singkat Sangihe mampu menohok dan menjadi perhatian seantero negeri ini, Mulai dari media lokal maupun Nasional cetak dan elektronik, politisi kelas provinsi sampai penghuni Senayan sengaja datang ke Kabupaten Sangihe untuk melihat langsung program dan terobosan yang sedang dan sementara dilaksakan kedua pemimpin (Gaghana-Hontong).
Keduanya begitu berpihak kepada kepentingan masyarakat. Lebih membanggakan lagi, program dan terobosan tersebut belum dilaksanakan daerah lain di negeri ini.
Apa yang fenomenal? Me’Daseng dan Dua elo Mengelehe tawe Nasine (Two Day No Rice).
Me’Daseng.., ia Me’Daseng salah satu program andalan Bupati dan Wakil Bupati yang diambil dari kultur daerah Sangihe dimana baik nelayan maupun petani lebih dekat dengan lokasi pekerjaan, maka mereka memilih tinggal sementara di lokasi tersebut (Me’Daseng ).
Dan kultur tersebut diaplikasikan oleh Bupati dan Wakil Bupati kedalam bentuk program kerja sehingga sebulan ada dua hari Bupati dan Wakil Bupati menginap di rumah warga. Mereka melakukan dialog dengan warga setempat sehingga kedua pemimpin mengetahui secara langsung persoalan sosial yang terjadi dimasyarakat.
Terlebih dapat mengevaluasi kinerja setiap instansi dalam hal ini Organisasi Perangkat Daerah (OPD) tepat sasaran atau tidak. Belakangan program kerja tersebut menjadi populer se-Indonesia, tak tanggung-tanggung salah TV nasioanal datang khusus meliput program Me’Daseng dan Two Day No Rice dalam tagline acara mereka.
Kabupaten Sangihe disebut sebagai ‘Mutiara di Utara Indonesia’ sungguh sebuah pengakuan yang harus diapresiasi oleh pemerintah maupun masyarakat Sangihe karena menunjukan betapa Me’Daseng punya daya tarik dan tentu sangat bermanfaat bagi masyarakat Sangihe sendiri.
Two Day No Rice…
Dua elo mengelehe tawe nasine (Dua Hari tanpa nasi), program ini juga menjadi perhatian publik karena mengharuskan masyarakat Sangihe dalam seminggu, ada dua Hari (Selasa dan Jumat) tidak mengkonsumsi nasi.
Ini bukan sekedar urusan boleh dan tidak boleh makan nasi namun terpenting adalah bagaimana pemimpin Sangihe (Bupati dan Wakil Bupati ) ingin masyarakat Sangihe kembali ke ‘Habitat’.
Agar masyarakat kembali mengkonsumsi pangan lokal hasil pertanian masyarakat (sagu,pisang,singkong dll) Padi/beras bukan pangan lokal Sangihe tapi pelan namun pasti beras yang harus didatangkan dari daerah lain ini mulai menggeser dan membuat masyarakat meninggalkan pangan lokal. Terbukti beras lebih murah dari pada harga pisang dikarenakan para petani maupun masyarakat pada umumnya sudah tidak lagi menanam produk pangan lokal.
Selain alasan tersebut, dengan program ini Bupati dan Wakil Bupati mendorong masyarakat untuk hidup hemat dengan asumsi sederhananya begini,dalam satu keluarga dalam sehari membutuhkan 1Kg beras dengan harga Rp10.000 dan dalam seminggu ada dua hari tidak membeli beras maka sebulan ada delapan hari maka satu keluarga mampu berhemat Rp 80.000 dalam sebulan yang bisa dialihkan untuk membeli kebutuhan keluarga lainya.
Maka sebulan kurang lebih ada 6M untuk seluruh Sangihe yang bisa dihemat dalam sebulan. Dan apabila uang tersebut hanya berputar dalam daerah (membeli pangan lokal) maka dipastikan petani dan masyarakat Sangihe semakin sejahtera.
Namun terlepas dari keberhasilan yang telah dicapai di tahun 2017, waktu masih panjang perjalanan masih jauh masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus diselesaikan, Bupati dan Wakil Bupati Sangihe teruslah bekerja dengan hati dan melayani rakyat yang telah memberi mandat, yang terlebih tetap tampillah dalam kesederhanaan.
Somahe Kai Kehage..