MANADO, mejahijau.com – Kepemilikan Hotel Lion dan Apartemen serta salah satu gedung mall di Boulevard Mall Manado, digugat Direktur Utama PT Sulenco Boulevard Indah (SBI), Letjen (Purn) TNI Herman Bernhard Leopold Mantiri.
Sesuai agenda, sidang kasus perdata tersebut dipimpin Ketua Majelis Hakim Halidja Wally di Pengadilan Negeri Manado, Senin (18/03/2019).
Hanya saja persidangan ditunda hingga 22 April mendatang. Hakim beralasan penundaan dilakukan karena butuh waktu satu bulan untuk memanggil para tergugat, antaranya PT Lion Air, PT Bank OCBC NISP, dan rekan bisnis PT SBI, Lauw Kiantara Saputra dan Hendra Wihardja domisili Jakarta dan Surabaya.
Adapun memori gugatan terhadap manajemen perusahaan maskapai Lion Air, disertakan juga tanah reklamasi di kawasan Bouvelard Mall Manado seluas 7 hektar yang total keseluruhan bernilai Rp 1,4 triliun.
Direktur Utama PT Sulenco Boulevard Indah, HBL Mantiri kepada wartawan menyebut, pihaknya mencari keadilan dan kebenaran atas pengalihan kepemilikan hotel, apartemen, dan mall dengan cara melawan hukum.
Hal itu dapat dibuktikan dengan adanya proses pailit dan lelang yang tidak benar, dan diduga terjadi permufakatan jahat yang merugikan PT SBI secara materil dan immaterial selama belasan tahun lalu.
Keberadaan PT SBI lebih dulu dinyatakan pailit dalam proses pengadilan, sehingga para tergugat leluasa melakukan lelang dengan harga sangat murah.
Pembelian dari lelang adalah karyawan PT Bank OCBC NISP Ullyan Nicolay yang kemudian memindah tangankan kepada Rusdy Kirana dan Kusnan Kirana sebagai Direktur dan Komisaris PT Lion International Hotel.
Duo Kirana ini membeli hotel, mall, dan apartemen dengan nilai Rp 135 miliar. Aset tersebut berdiri di atas tanah SHGB nomor 91 seluas 21.967 meter persegi, dan SHGB nomor 94 seluas 9.845 meter persegi.
Kuasa Hukum PT SBI Bobby Worotitjan SH mengatakan, pembelian aset PT SBI berupa bangunan hotel, mall, dan apartemen tidak wajar itu terjadi saat harga pasaran ketika lelang senilai Rp 650 miliar.
Proses lelang itu juga mengabaikan nilai tanah atas bangunan hotel, mall, dan apartemen yang diperkirakan nilai mencapai Rp 1,4 triliun.
“Bayangkan melalui proses pailit hingga proses lelang tanah seluas tujuh hektar, semuanya hilang. Ini diduga kuat terjadi permainan tingkat tinggi para pihak yang terlibat termasuk manajemen bank dan Rusdi Kirana,” sergahnya.
Worotitjan mengurai masalah berawal dari pinjaman kredit dari PT SBI kepada Bank OCBC NISP senilai Rp 130 miliar. Akan tetapi dalam perjalanan waktu, Bank OCBC NISP melakukan ingkar janji disebabkan kredit dicairkan hanya Rp 92 miliar.
Menurut dia, tergugat Lauw Kiantara Saputra dan Hendra Wihardja sebagai rekan bisnis PT SBI yang mencari pinjaman di Bank OCBC NISP.
Tiga pihak itu diduga kuat bersekongkol mengeluarkan pailit kepada PT SBI sehingga leluasa mengambil aset hotel, mall dan apartemen yang kemudian menjualnya kepada Rusdi Kirana.
“Permohonan pailit tidak wajar disebabkan kondisi hotel, mall dan apartemen telah terbangun dan siap dibisniskan. Inilah kami gugat untuk membongkar dugaan permainan kotor para tergugat,” pungkasnya.(*)