MANADO, mejahijau.com – Pemilu (Pemilihan Umum) sesuai konstitusi dilaksanakan setiap lima tahun sekali. Pelaksanaan Pemilu di Indonesia adalah paling ribet di dunia.
Hal itu diungkapkan Jerry Sumampouw Koordinator Komite Pemilih Indonesia (Tepi) pada diskusi publik bertajuk ‘Quo Vadis Netralitas Aparatur Sipil Negara’ di Zentrallo Coffe Manado, Senin (01/04/2019 malam.
Diskusi publik yang disponsori Bawaslu Sulut, menghadirkan tiga pembicara, yakni Akademisi Unsrat DR Ferry Liando, Kenly Poluan dari Bawaslu Sulut, dan Jerry Sumampouw Koordinator Tepi.
“Pemilu di Indonesia adalah paling ribet di dunia. Itu karena saking banyaknya kerumitan yang terjadi. Salah satunya soal netralitas ASN dari dulu sampai sekarang tidak pernah tuntas. Pada masa Orde Baru, ASN menjadi mesin penggerak partai politik tertentu. Bahkan sekarang ini ASN meski tidak secara terang-terangan, namun masih tetap menjadi mesin politik oleh penguasa,” ungkap Sumampouw sembari menyebut indikator-indikatornya.
Lucunya lagi, lanjut pengamat politik ini, pelaporan dari masyarakat soal keterlibatan ASN dalam politik sangat rendah.
“Terbukti dari jumlah pelaporan kasus-kasus ASN ini. Dimana kasus-kasus ASN dominan hasil temuan dari Bawaslu sendiri,” katanya sembari menunjukkan slide monitor yang disiapkan Bawaslu Sulut.
Di lain pihak, ASN sebenarnya tak perlu takut dengan pemerintah. Sebab ASN bukan pelayan walikota, bupati, gubernur, dan bukan pula pelayan dari presiden.
“ASN hanya membantu tugas-tugas pemerintah saja. Mereka adalah pelayan masyarakat bukan pelayan walikota, bupati, gubernur atau presiden sekalipun. Jadi idealnya ASN tidak dapat dijadikan sebagai alat oleh penguasa untuk tujuan politiknya,” papar Sumampouw.
Kesulitan terberat pada kasus tidak netralnya ASN, terletak pada lemahnya penindakan serta lemahnya regulasi.
Sementara Akademisi Unsrat DR Ferry Liando mengatakan, konsekuensi sebuah negara demokrasi adalah Pemilu.
Dan ASN salah-satu pilar negara yang berkewajiban melayani masyarakat dalam bentuk jasa, barang, dan administrasi.
Liando mencontohkan, perilaku ASN yang tak netral ketika seorang pejabat mengintimidasi masyarakat untuk memilih calon tertentu.
“Itu contoh ASN yang tidak netral. Saya kuatir ada Kadis (kepala dinas) pasang baliho Caleg dari keluarga atasannya karena disuruh. Atau bisa juga karena inisiatif sendiri mendapatkan perhatian dari atasan,” katanya.
Liando juga setuju, regulasi dan penindakan yang tidak tegas sehingga banyak ASN yang terjebak pada perintah atasannya.(vanny)