JAKARTA, mejahijau.com – Proyek fiktif melibatkan PT Waskita Karya bakal diseret Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
KPK sendiri gencar mendalami kasus dugaan korupsi 14 proyek fiktif yang digarap BUMN yang bergerak dibidang konstruksi ini. Sejumlah saksi mulai dari jajaran Direksi PT Waskita Karya dipastikan tak luput dari pemeriksaan penyidik KPK.
“Pasti (diperiksa), karena masih ada saksi yang masih harus diperiksa sebelum penyidikan ini selesai, dan dilakukan pelimpahan,” kata juru bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi wartawan, Jumat, 21 Juni 2019.
Kendati begitu, Febri mengaku belum menerima informasi detail pihak-pihak yang bakal digarap penyidik untuk mengorek ihwal rasuah di perusahaan pelat merah tersebut.
“Tapi siapa yang akan diperiksa misalnya dari BUMN mana, atau pihak swasta yang mana, atau pejabat yang mana itu tentu baru nanti kami informasikan,” ujarnya.
Sejumlah pejabat PT Waskita Karya bergiliran bolak balik diperiksa penyidik. Teranyar, penyidik menggarap Manager Pengelolaan Peralatan PT Waskita Beton Precast, Imam Bukori.
Imam Bukori diperiksa sebagai saksi untuk melengkapi berkas penyidikan tersangka Kepala Divisi II PT Waskita Karya, Fathor Rachman. Sepanjang pemeriksaan, Imam Bukori dicecar soal pelaksanaan proyek riil yang digarap subkontraktor fiktif.
Fathor dan mantan Kabag Keuangan dan Risiko Divisi II PT Waskita Karya Yuly Ariandi Siregar diduga menunjuk sejumlah perusahaan subkontraktor untuk melakukan pekerjaan fiktif pada 14 proyek yang dikerjakan oleh PT Waskita Karya.
Proyek-proyek yang diduga kuat fiktif adanya tersebar di Sumatera Utara, Banten, Jakarta, Jawa Barat, Bali, Kalimantan Timur, hingga Papua.
Proyek-proyek tersebut sebenarnya telah dikerjakan oleh perusahaan lainnya, namun tetap dibuat seolah-olah akan dikerjakan oleh empat perusahaan yang telah teridentifikasi. Diduga empat perusahaan tersebut tidak melakukan pekerjaan sebagaimana yang tertuang dalam kontrak.
Atas subkontrak pekerjaan fiktif ini, PT Waskita Karya selanjutnya melakukan pembayaran kepada perusahaan subkontraktor tersebut.
Setelah menerima pembayaran, perusahaan-perusahaan subkontraktor itu mengembalikan uang tersebut kepada sejumlah pihak, termasuk yang diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Fathor dan Ariandi.
Akibat tindak pidana ini, keuangan negara menderita kerugian hingga Rp186 miliar. Perhitungan tersebut merupakan jumlah pembayaran dari PT Waskita Karya kepada perusahaan-perusahaan subkontraktor pekerjaan fiktif tersebut.(mci/ferry lesar)