TONDANO, mejahijau.com – Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Minahasa kini dilanda masalah krusial. Selain krisis keuangan, puluhan karyawan PDAM Minahasa kabanya resmi mengundurkan diri.
Tak hanya itu, bahkan perusahaan daerah penyuplai air minum ke masyarakat ini terancam gulung tikar alias bangkrut.
Mundurnya sejumlah karyawan dari perusahaan bernaung di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Pemkab Minahasa ini, barangkali manajemen tak mampu lagi memperhatikan kesejahteraan karyawan.
Hal itu berimbas, sekitar 40-an karyawan Tenaga Harian Lepas (THL) rame-rame resmi mundur dari perusahaan tempat mereka bekerja.
“Kesejahteraan kami diabaikan. Sudah 6 bulan, sejak Januari hingga Juni 2019 ini, kami tidak menikmati hak kami dari perusahaan,” keluh seorang THL yang meminta namanya tak dipublish media ini, Kamis, 29 Agustus 2019.
Lanjut dia, sebagai karyawan resmi berhak menerima upah yang sesuai setiap bulan. Namun entah apa penyebab sehingga hak sebagai karyawan PDAM Minahasa terabaikan.
“Bagaimana kami bisa kerja maximal, sedangkan upah 6 bulan tidak diterima. Padahal kebutuhan hidup saat ini sudah sangat mendesak,” katanya menggerutu.
Hal yang sama diungkapkan THL lain yang masa pengabdiannya sudah 10 tahun di PDAM Minahasa. Kata dia, meski statusnya hanya THL, namun pengabdian ke perusahaan sangat berharga di mata masyarakat.
“Sejak tahun 2015, hak kami terus saja tertunda. Per tahun tunggakan upah kami adakalanya mencapai 6 bulan,” tandasnya kecewa.
Sementara tokoh masyarakat Deki Pangau menilai, masalah yang menghimpit PDAM Minahasa begitu krusial mengharuskan adanya penyegaran manajemen.
Pemerintah Kabupaten Minahasa diharuskan mendongkrak dengan subsidi bilamana tak ingin PDAM Minahasa bangkrut.
“Kalau manajemen sudah tidak mampu membayar gaji karyawan, berarti kondisi perusahaan sudah tidak sehat bahkan terancam gulung tikar,” sembur Pangau.
Sementara Direktur Umum (Dirut) PDAM Minahasa Arnold Winowatan SH DE dikonfirmasi lewat Kabag Umum PDAM Royke Winowatan mengakui kalau PDAM sedang dililit banyak persoalan.
Dijelaskannya, pendapatan PDAM berasal dari tagihan rekening dari pelanggan dan bukan berasal dari APBD. Kepada THL sebelumnya sudah ada pembicaraan bersama manajemen, bahwa tagihan rekening harus sesuai target yang sudah ditentukan.
“Sumber pendapatan dan sektor pembiayaan karyawan berasal dari tagihan. Bila tidak memenuhi target, konsekuensinya penyaluran gaji karyawan ikut tertunda,” kata Winowatan baru-baru ini.
Lanjut dikatakan, belum lagi kalau ada kendala yang kerap dialami, semisal kerusakan mesin pompa elektro di tiap unit. Itu juga harus segera diperbaiki dengan membutuhkan dana yang besar.
“Makanya sesuai perjanjian, perusahaan akan mampu membayar gaji karyawan tapi prosentase tagihan harus mencapai 95%. Kalau tidak tercapai, pasti gaji mereka tertunda,” katanya.
Biaya operasional PDAM Minahasa sangat besar. Ditambah lagi dengan biaya pembayaran listrik yang cukup besar, olehnya manajemen kesulitan pembiayaan walaupun tahun ini ada bantuan dana penyertaan modal dari pemerintah daerah.
Diketahui, tahun 2019 berjalan kurang lebih 40 karyawan THL PDAM Minahasa mengundurkan diri. Tahun sebelumnya (2018), sejumlah THL juga mundur dari tugasnya dengan alasan yang sama.(ferry lesar)