TUTUYAN, mejahijau.com – Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Sulawesi Utara, Marly Gumalag enggan menanggapi dugaan kasus kejahatan lingkungan yang terjadi di Desa Lanut, Kecamatan Modayag, Bolaang Mongondow Timur (Boltim).
Sekertaris DLH Sulut Tinny Tawaang ditemui di kantornya , Kamis, 12 September 2019, mengatakan dirinya tak berwenang memberi informasi keluar kecuali Kepala DLH Sulut Marly Gumalag.
Soal kehancuran lingkungan di Desa Lanut, barangkali Kepala DLH Sulut Marly Gumalag mengetahuinya tetapi enggan menjawab konfirmasi.
Kabarnya dia tak berada ditempat, Meski berkali-kali dikonfirmasi via selular enggan melayani konfirmasi soal kondisi terkini yang terjadi di Desa Lanut.
Sedikitnya 25 unit alat berat kini sedang beroperasi di Desa Lanut. Diduga kuat KUD Nomontang adalah pemasok alat-alat berat tersebut guna operasional pengelolaan tambang emas di desa tersebut.
Nyaris setiap hari mesin dari alat-alat berat meraung-raung memporak-poranda sebagian besar tanah di Desa Lanut.
Molobog dan Nuangan adalah dua desa yang bakal terimbas bahaya lingkungan dari aktivitas tambang yang dikelola KUD Nomontang.
Kountur tanah Desa Lanut hancur. Metode penambangan bukan lagi galian manual tetapi menguras tanah dengan alat berat. Kemudian ekstraksi emas dikelola secara serampangan dengan langkah-langkah penggerusan dan penimbunan biji-biji emas.
Setelahnya dilakukan penggilingan dan pengubahan batuan emas untuk membentuk slurry atau lumpur mengandung konsentrat emas.
Langkah berikut dilakukan pemisahan (leaching) emas dari slurry yang ditampung dalam bak raksasa untuk proses sianida. Hingga proses terakhir hingga peleburan untuk menghasilkan dore-bars atau batangan logam berharga emas yang siap dipasarkan.
Lokasi tambang emas di Desa Lanut kabarnya dikelola sejumlah oknum pengusaha yang berlindung dibalik KUD Nomontang.
KUD Nomontang sendiri mengelola tambang di Desa Lanut seluas 215 hektar melalui SK IUP nomor 241 tahun 2011 yang ditandatangani Bupati Boltim Sehan Landjar.
Setelah keluar UU Nomor 30 Tahun 2014, semua kewenangan pertambangan dari kabupaten-kota, terhitung mulai 2 Oktober 2014 ditarik dan menjadi tanggungjawab pemerintah provinsi atau Pemprov Sulut.(tim redaksi)