MANADO, mejahijau.com – Rencana pembekuan atau penutupan SMK Ichthus oleh Kepala Dinas Pendidikan Daerah (Dikda) Provinsi Sulawesi Utara, dinilai tindakan keliru.
Hal itu diungkapkan Ketua Umum Pelopor Angkatan Muda Indonesia Perjuangan (PAMI-Perjuangan) Noldy Pratasis kepada mejahijau.com, Senin, 28 Oktober 2019.
“Pembekuan atau penutupan SMK Ichthus, adalah contoh yang tidak baik yang dipertontonkan Kadis Dikda Sulut terhadap dunia pendidikan kita. Apakah dengan menutup sekolah, tindakan kriminal seorang siswa terhadap guru, atau sebaliknya guru terhadap siswa, apakah dapat menyelesaikan masalah kriminalitas atau kekerasan di sekolah?!,” tandas Noldy Pratasis kepada redaksi mejahijau.com.
Hemat Ketum PAMI-Perjuangan ini, sekolah tidak bersalah, lalu kenapa harus ditutup?! Penutupan atau pembekuan sekolah bukan solusi terbaik yang harus diambil Kadis Dikda Sulut.
“Sekolah tidak salah. Jadi bukan sekolah yang tutup, tetapi Kadis Dikda yang diganti. Perbuatan satu orang siswa lalu kenapa harus berimbas pada masa depan siswa-siswa lain yang tidak bersalah,” tandas aktivis ini.
Selain itu, lanjut Noldy, bukan hanya para siswa lain yang jadi korban. Tetapi guru dan staf sekolah beserta keluarganya nantinya akan ikut jadi korban.
“Oleh karena sudah kriminal, maka pelaku (siswa) tersebut diproses hukum sesuai perundang-undangan yang berlaku, bukan sekolah yang ditutup,” cetusnya.
Menurut Pratasis, tindakan penutupan sekolah yang dilakukan Kadis Dikda Sulut dr Grace Punuh, adalah tindakan yang tidak membantu dunia pendidikan di daerah ini.
“Itu kebijakan fatal karena terburu-buru. Nanti sudah ada kasus, baru mau bertindak. Seharusnya jauh-jauh hari Dikda Sulut sudah mengedepankan tindakan preventif (pencegahan). Jangan nanti so sakit, baru mau obati,” tegas Pratasis sembari mendesak Kadis Dikda Sulut Grace Punuh diganti saja.
Senada Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Advokat Provinsi Sulawesi utara (DPD-IKADIN Sulut), Advokad E.K Tindangen, SH menegaskan, pelaku kriminal di sekolah memang mutlak harus ditindaki sesuai ketentuan perundang-undangan.
“Karena sudah kriminal, maka pelaku kriminalitas harus diproses hukum. Kalau pelakunya dibawah umur, maka penegakan harus sesuai,” kata Tindangen yang juga personil Satgas PPA (Perlindungan Perempuan dan Anak) Pemprov Sulut.
Lanjut dikatakan, Satgas PPA Sulut dibawah koordinasi Dinas P3A Pemprov Sulut sudah berkoordinasi dengan Dinas Dikda Sulut.
“Kami dari Satgas PPA Pemprov Sulut akan turun ke sekolah-sekolah menengah dan sederajat untuk memantau langsung. Diharapkan setiap sekolah PPA diberdayakan dan difungsikan. Dan kami sudah sediakan fasilitas pengaduan langsung di aplikasi LAKER,” papar Tindangen.
Dijelaskan, setiap sekolah diwajibkan memiliki Satgas PPA yang dipilih dan di SK-kan oleh Kepala Sekolah. Setiap kasus dapat melapor via PUSJIPA (Pusat Jaringan Informasi Perlindungan Anak). Dengan begitu kalau ada kasus akan mudah ditangani penegak hukum.
“Dan kami yakin Polri dan Kejaksaan serta organisasi Advokat IKADIN Sulut siap membantu menangani setiap kasus hukum di sekolah secara cepat dan mudah,” kata dia.
Seperti dilansir dari berbagai media, Kepala Dikda Sulut, dr Grace Punuh kepada wartawan mengatakan, keputusan dan rekomendasi pembekuan SMK Ichthus dengan SK Izin Operasional nomor 050/KEP/DIKDA-05/2633/2017 terpaksa diambil pemangku pendidikan pusat dan daerah sampai batas waktu yang tidak ditentukan.
Menyusul terbunuhnya seorang guru sekolah yang pelakunya siswa sekolah yang memiliki Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN) 69984450.
Pasca pembekuan izin operasional SMK Ichthus Manado, Kadis Dikda Sulut dr Gace Punuh mengarahkan siswa yang masih belajar di sekolah itu untuk melanjutkan di sekolah terdekat.
“Atau para siswa SMK Ichthus dapat mengikuti Paket C,” pungkas Punuh.(ferry lesar/tim redaksi)