TONDANO, mejahijau.com – Selama 20 tahun berumah tangga, TW alias Tirsa (47), warga Desa Ranomerut, Kecamatan Eris, Minahasa, tak pernah merasakan kedamaian. Padahal suaminya inisial JM alias Maramis, adalah seorang Guru SD di desa tersebut.
Berkali-kali Tirsa mengalami Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) sang suami yang gemar menenggak minuman keras (Miras).
Sebagai istri yang sayang terhadap rumah tangganya, Tirsa berusaha sabar selama puluhan 20 tahun. Namun dia masih berharap suatu ketika suaminya berubah.
Harapan Tirsa sirna. Puncaknya KDRT terjadi pada Jumat malam, 2 Agustus 2019, pukul 22.00 Wita saat sang suami pulang rumah dalam kondisi mabuk.
Seperti biasa awalnya sempat cekcok. Sang guru lantas minta diberi makan. Setelah diberi makan, tiba-tiba kepala Tirsa dihantam suami dengan menggunakan piring.
Akibatnya kepala bagian belakang Tirsa-pun membengkak. Malam itu juga dia menghindar dan pulang ke rumah orang tua. Keesokan hari, Sabtu 2 Agustus, dia pergi ke rumah sakit untuk visum et repertum dari dokter.
Setelahnya dia menghindar dan menginap di rumah kakaknya di Airmadidi. Namun Maramis sang suami tetap tak ada niat meminta maaf atas perbuatan yang sudah terbilang sangat fatal.
“Kembali, saya melaporkan suami saya kepada aparat kepolisian dan pada hari Rabu, 7 Agustus 2019. Dan hari itu juga dia ditahan,” katanya.
Bukan hanya itu. Suatu ketika KDRT suaminya pulang dalam keadaan mabuk. Tirsa mengaku pernah dipukul suami dengan menggunakan botol Fanta. Akibatnya kepala wanita naas itu luka berdarah dan membengkak. Penglihatannya terganggu sehingga dokter menyarankan perlu mendapat perawatan mata yng intensif.
“Saya juga pernah dipukul suami menggunakan botol fanta,” ungkap Tirsa di hadapan Majelis Hakim pada siding di Pengadilan Negeri Tondano, Kamis, 15 November 2019.
Urusan keuangan rumah tangga, selama itu juga ditangani suami. Sepersen pun Tirsa tak diberi nafkah untuk membiayai keperluan rumah tangga. Sampai belanja dapur pun, semua ditangani suaminya.
Hubungan suami istri ini dikaruniai seorang anak. Untuk membiayai satu-satunya anak yang mempunyai latar belakang sakit mental ini, juga tak mendapat perhatian dari sang suami.
Sidang kasus KDRT oknum guru SD ini dipimpin langsung Ketua PN Tondano, ST. Iko Sudjatmiko, SH bersama anggota Majelis Hakim Paul Belmando Pane, SH, dan La Ode A Kasir SH.
Fakta persidangan terungkap, TW alias Tirsa pekerjaan Ibu Rumah Tangga (IRT) sebagai saksi korban memberi keterangan bahwa, sejak membina rumah tangga selama 20 tahun dirinya mengalami perlakuan buruk dari suami berulang kali terjadi.
Bukti kelakuan buruk sang suami, JM sudah beberapa kali membuat surat pernyataan tidak akan melakukan perbuatan kekerasan lagi di hadapan aparat Polsek Eris terhadap istrinya.
Dan Tirsa juga sudah berulang kali memaafkan kelakuan buruk suaminya. Tetapi entah apa yang ada dibenak pikirannya sehingga kejadian yang sama terus terulang lagi.
“Saya trauma sering dianiaya, dan saya sudah tidak akan memaafkannya lagi,” tandas Tirsa sembari mengusap air matanya.
Semua keterangan saksi korban, disangkal terdakwa JM. Meski begitu, dia membenarkan pada malam kejadian dirinya dalam kondisi mabuk dan diberi makan Tirsa namun tak melemparinya dengan piring.
“Sebagai suami saya juga memperhatikan keberadaan anak kami. Persoalan nafkah, itu karena istri boros tidak bisa mengatur keuangan rumah tangga,” tepis JM di hadapan hakim.
Satu alasan lain disampaikan terdakwa, hubungan dengan istrinya sudah tak bisa lagi memperoleh anak dan tidak pernah dia usulkan mencari anak angkat.
Sementara Ketua Majelis Hakim ST. Iko Sudjatmiko SH pada persidangan mengatakan, “Saudara terdakwa andaikata sudah merasa bersalah, anda jangan coba-coba menghindari. Ingat, ini peringatan pertama dan terakhir”.
“Masakan saudara profesi sebagai guru, tetapi tingkah laku gemar mabuk-mabukan bahkan suka menganiaya istri. Saudara sudah membuat istri susah, dan ada satu contoh jika kita tidak menyentuh istri saja bisa dikategorikan perbuatan KDRT, apalagi ini jelas-jelas saudara menganiaya istri,” cetus Sudjatmiko.
Lanjut Hakim Sudjatmiko, “kasihan kakak kandung saudara yang bermohon kepada kami agar tidak ditahan mengingat kepedulian mereka kepada saudara tinggi karena status ASN seorang guru di SD Inpres Ranomerut”.
“Saudara kami tahan atau tidak, itu nantinya berdasarkan pertimbangan majelis hakim, karena sidang masih akan tetap berlanjut,” pungkasnya.
Sesuai agenda persidangan, jadwal sidang lanjutan akan berlangsung pada Rabu, 20 November, pekan depan.(ferry lesar)