BITUNG, mejahijau.com – Ini menjadi pertanyaan besar terhadap kinerja kepolisian. Diduga tak mengantongi surat perintah tugas (sprint) dari institusi kepolisian, beberapa oknum anggota Polair memasang Police Line di area pemotongan kapal (scraping) di Kelurahan Madidir Weru, Kamis, 30 Januari 2020.
Informasi dari para pekerja, mereka tidak tapi apa alas an para Polair menyegel tempat kerja mereka. Padahal izin untuk melakukan scraping sudah lengkap.
“Nintau apa alasan mereka (Polair), padahal setahu kami semua perizinan sudah lengkap,” tandas para pekerja.
Dengan kejadian itu, Ketua Gerakan Masyarakat Perangi Korupsi (GMPK) Sulut, Frangky Kumendong menyesalkan tindakan oknum-oknum Polair yang melakukan pemasangan Police Line tanpa mengantongi surat dan tidak mengikuti prosedur.
“Ini yang jadi pertanyaan saya, kenapa saat mereka (oknum Polair-red) memasang police line, mereka tidak menunjukkan satupun surat perintah tugas. Apalagi tidak ada berita acara, inikan istilahnya seperti akal – akalan saja, Kok tiba-tiba langsung pasang police line, maksudnya apa?!,” cetus Kumendong.
Tindakan oknum-oknum Polair, nilai dia, itu identik dengan penyalahgunaan kewewenangan negara terhadap rakyat. Police Line itu memiliki makna hukum dan hanya dilepas oleh petugas terkait yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan olah TKP.
Praperadilan salah satu upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak – pihak yang merasa dirugikan atas pemasangan police line.
“Pemasangan garis police line ini sebagai upaya ada indikasi pemaksaan, karena sudah tidak melalui mekanisme yang benar,” katanya.
Kumendong menambahkan, pemasangan garis polisi ini telah menyebabkan buruh tidak dapat melakukan pekerjaan. Dan pemilik perusahan mengalami kerugian yang sangat besar.
“Ini kerugian besar, rugi waktu dan keuangan. Karena hingga saat ini tingkat kesalahannya tidak diketahui dimana,” pungkasnya.
Hingga berita ini diturunkan, pihak Polair di Kota Bitung belum berhasil dikonfirmasi wartawan media ini.(herry dumais)