MANADO, mejahijau.com – Sebelum ditahanKejaksaan Agung (Kejagung) RI, mantan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Manado, MT alias Tatahede sekian kali kepadamejahijau.com di ruang kerjanya mengaku tidak korupsi dana hibah banjir Kota Manado tahun 2014.
Alhasil, Senin, 06 Januari 2020, Kejaksaan Agung (Kejagung) menahan empat tersangka kasus dugaan korupsi banderol Rp 200-an miliar dana hibah penanggulangan banjir di Kota Manado dimana oknum Tatahede salah satu ikut ditahan.
Dari keempat tersangka, Tatahede dinilai merupakan pintu masuk untuk menyeret sederet intellectual dader (pelaku intelektual) kasus dana kemanusiaan ini.
Penahanan Tatahede Cs selaku Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Pemkot Manado dana tersebut, menurut penilaian praktisi hukum Lucky Schramm SH MH, Kejagung terkesan lamban dan masih tebang pilih karena hanya menjangkau pelaku-pelaku “kacangan saja”.
“Kejagung belum menyentuh pelaku intelektual atau intellectual dader,” tandas Schramm Dosen Fakultas Hukum Universitas Atma Jaya Jakarta lewat salah satu artikel di salah satu media.
Seiring pergantian pimpinan di Kepala Kejaksaan Agung RI, menurut Schramm, kejaksaan tak jua mampu menyeret pelaku intelektual ke Pengadilan Tipikor atas dugaan korupsi dana hibah yang nilainya terbilang wah itu.
Sementara Pengamat Hukum yang juga Dosen Fakultas Hukum Unsrat Manado, Ralfie Pinasang mengatakan, tindak korupsi biasanya terjadi secara sistemik yang melibatkan banyak lebih dari satu orang.
“Tidak mungkin hanya Kepala BPBD dan PPK saja. Penyalahgunaan dana hibah itu kemungkinan besar melibatkan pimpinan level lebih tinggi. Dan orang nomor satu Kota Manado paling bertanggungjawab atas pengelolaan dana tersebut,” tandas Ralfie Pinasang menurut pandangan hukumnya.
Lanjut diuraikan, status kasus dana hibah bencana banjir ratusan miliar itu sudah tahap penyidikan. Berarti penyidik Kejagung RI sudah memiliki dua atau lebih alat bukti untuk menjerat pidana para tersangka. Meski begitu, mereka diberi kesempatan membela diri atas kasus yang disangkakan tersebut.
“Saya mengharapkan kasus ini harus dituntaskan karena menyangkut dana kemanusiaan. Jangan hanya korbankan orang-orang level bawah saja, tetapi kalau pimpinan juga terlibat harus bertanggungjawab,” pungkas Pinasang.
Terkait penahanan Tatahede Cs, Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung RI, Adi Toegarisman menjelaskan, bencana banjir yang melanda Kota Manado tahun 2014 silam, Pemkot Manado mendapat bantuan dana hibah dari pemerintah pusat sekitar Rp 200 miliaran.
Dana tersebut masuk dalam anggaran Pemkot Manado tahun 2015 untuk rehabilitasi dan rekonstruksi permukiman yang rusak.
“Dari Rp 200 miliar itu ada Rp 14 miliar dana pendampingan konsultan manajemen untuk rekonstruksi dan rehabilitasi pemukiman,” kata Adi Toegarisman.
Dalam kontrak dengan manajemen konsultan, terdapat sekitar 2.000 rumah yang direhabilitasi dan direkonstruksi. Namun, dalam realisasinya hanya 1.000 rumah yang diperbaiki.
Akibatnya, keuangan negara ditaksir mengalami kerugian hingga Rp 6 miliar.
“Jadi ada yang fiktif sehingga kerugian negaranya itu Rp 6 miliar. Bukan jumlahnya tapi dalam rangka untuk bantuan bencana banjir itu yang diselewengkan. Ini yang jadi perhatian kita,” tandasnya.
Untuk mengusut kasus tersebut, tim penyidik telah memeriksa sejumlah saksi termasuk Walikota Manado Vicky GS Lumentut.
Menurut Adi, tidak tertutup kemungkinan tim penyidik kembali memeriksa Vicky GS Lumentut.“Kan sudah dipanggil sebagai saksi. Nanti lihat perkembangan,” kata Adi Toegarisman.(tim redaksi)