AIRMADIDI, mejahijau.com – Kredibilitas oknum penegak hukum di Kabupaten Minahasa Utara (Minut) dipertanyakan. Oknum penegak hokum dimaksud bertugas di Polres dan Kejaksaan Negeri (Kejari) Minahasa Utara (Minut).
Dua penegak hukum tersebut pada waktu yang berbeda disinyalir menawarkan sejumlah uang kepada Karel Lefrand Takumansang (62) sebagai kompensasi tak lagi permasalahkan Pulau Lihaga.
Selain menawarkan sejumlah uang, Karel juga dijamin langsung bebas dari penahanan kepolisian di Polsek Airmadidi. Ia ditahan terkait kasus dugaan perusakan property milik PT Karya Deka Alam Sari di pulau cantik itu. PT Karya Deka Alam Sari kabarnya menyewa dari Ronald Korompis untuk usaha pariwisata di pulau penuh eksotis itu.
Dan Karel Lefrand Takumansang kini meringkuk di rumah tahanan negara (rutan) Polsek Airmadidi berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/301/V/2020/Sulut/ Res-Minut, tertanggal 9 Mei 2020, lalu.
“Mereka (oknum polisi dan jaksa) menawarkan uang kompensasi. Padahal kita (saya) sebagai tahanan atas sebuah kasus yang dituduhkan. Ini ada apa?! Semua (penegak hukum) seperti sudah menjadi makelar kasus,” ungkap Karel Lefrand Takumansang kepada redaksi mejahijau.com, baru-baru ini.
Pun tawaran yang diajukan, aku Karel, terbilang menggiurkan. Dia disodorkan tawaran uang sebesar setengah miliar. Selain itu, Karel serta keluarganya yang juga ditahan, boleh langsung bebas dari penahanan.
“Saya ditawarkan uang kompensasi Rp 500 juta, dan dapat langsung keluar dari rutan. Ini kan lucu! Ada apa dengan kasus ini, tolong di lidik dan lidik PA,” cetus Karel.
Katanya, dia amat keberatan khusus kepada oknum jaksa di Kejari Minut yang menangani kasusnya. Alasannya koq dengan mudah oknum jaksa menawarkan sejumlah uang atas sebuah kasus perkara.
“Apa beliau (jaksa) itu sudah jadi makelar kasus, ataukah masih jaksa penuntut?!,” kilahnya.
Apa yang dialaminya adalah bentuk kriminalisasi, karena sudah jelas permasalahannya. Namun karena ‘uang’, sehingga dia beserta keluarganya mudah saja dikriminalisasi antaranya menjeblos ke dalam tahanan.
“Sebagai mantan penegak hukum, saya berusaha untuk selalu taat hukum. Dan saya sangat keberatan dengan bentuk penegakkan hukum seperti yang saya dan keluarga alami sekarang ini,” pungkas purna tugas polisi ini.
Karel Lefrand Takumansang selama mengabdi di kepolisian pernah menjadi Komandan Buser Polres (kini Polresta) Manado. Selama menjalankan tugas, berbagai prestasi ditorehnya bersama rekan-rekan tim Buser Polres Manado yang dipimpinnya.
Kini dia gigih memperjuangkan hak warisan Pulau Lihaga milik keluarga. Untuk mendapatkan haknya, dia mengaku dipersulit luar biasa. Di dalam institusinya, bahkan dia ditekan hingga akhirnya rela pensiun dini.
“Semua pengorbanan saya lakukan demi menemukan keadilan di negara ini,” tandasnya.
Dugaan ketidak-adilan atas kepemilikkan Pulau Lihaga, puluhan tahun ahli waris menjadi korban permainan orang-orang kuat di lingkaran penguasa dan pengusaha.
Atas kasus yang menimpahnya, berkas kasus tindak pidana yang melibatkan Karel Lefrand Talumansang mulai disidangkan di Pengadilan Negeri (PN Minut), Rabu, 26 Agustus 2020.
“Dakwaan JPU pertama pasal 170 KUHP soal pengeroyokan, dan kedua pasal 406 tentang pengrusakan. Dan penahanan saya dikenai pasal 170 tentang pengeroyokan. Padahal tidak ada korban pengeroyokan. Ini kan aneh,” ungkapnya sembari tertawa lebar.
Seperti diketahui, Pulau Lihaga adalah tanah warisan suami-istri almarhum Abe Moses Takumansang dan almarhumah Charlota Johan.
Setelah keduanya meninggal, warisan tanah turun kepada sembilan (9) anak selaku ahli waris, yaitu Edward Takumansang, Altje Takumansang, Lefrant Takumansang, Jacob Takumansang, Lies Takumansang, Abigael Takumansang, Yan Takumansang, Lourens Takumansang, Decky Takumansang.
Pulau Lihaga sempat dijual kepada Ronald Korompis oleh Yatty Mangamis yang bukan ahli waris yang berhak atas tanah dimaksud.
Dan hasil penjualan tersebut dibagikan Yatty kepada lima (5) ahli waris saja, sementara empat (4) ahli waris lainnya tak mengecapi bagian dari hasil penjualan.(tim redaksi/vanny)