TONDANO, mejahijau.com – Kasus oknum Gembala ingin memenjarakan Jemaatnya sendiri di kabupaten Minahasa, menjadi masalah hangat ditengah peringatan 1 abad Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) masuk di Indonesia.
“Seorang Gembala atau pemimpin agama mempolisikan anggota atau jemaat yang dia layani sendiri merupakan aib yang memalukan bagi korps pelayan Gereja. Pertanyaan mendasarnya adalah, kenapa organisasi yang identik dengan kebenaran dan kesucian bisa meloloskan seorang yang tak punya kasih untuk menjadi pemimpin jemaat,” ungkap JM salah satu Pendeta Muda (PDm) di kota Manado.
“Sebagai warga GPdI, saya sangat malu. Herannya, para pejabat organisasi gereja cuma sibuk urus pemilihan MD tahun depan,” ujar JM pada Jumat 09 April 2021.
Ajaibnya, oknum gembala inisial NS yang memusuhi jemaatnya berani melawan pimpinan tertingginya. Pasalnya, sebelumnya NS sudah didoakan dan berjanji akan mencabut laporannya di Kepolisian Resort (Polres) Minahasa. Jangankan dipenuhi, dia justru malahan tambah perberat korbannya dengan alas an-alasan kabarnya tak masuk akal.
“Waktu dilantik sebagai Gembala pada tanggal 25 Februari lalu, dia sudah berjanji akan mencabut laporannya di Polisi dengan tanpa syarat. Sudah didoakan pada Tuhan, tapi janjinya tidak ditepati,” ungkap ketua MD-GPdI Sulut Yvone Awuy pada acara Pleno Khusus di Buha Pantecostal Centre tanggal 16 Maret 2021 lalu.
Awuy mengaku sudah berupaya menyelesaikan masalah dengan cara menalangi dana duka yang disangkakan telah digelapkan oleh para terlapor.
“Saya sudah ganti uang yang disangkakan digelapkan oleh para terlapor pada hari pelantikan di Sekolah Alkitab Langowan,” ucap Awuy.
Janji dusta berulang dari NS dikritik keras oleh Wakil ketua II MD-GPdI Sulut Pendeta Wempy Kumendong.
“Oknum Gembala itu tidak memiliki karakter hamba pelayan. Sikap dan tindakannya sudah diluar batas dan tak manusiawi. Dia tak lagi punya Kasih yang wajib dimiliki oleh seorang Gembala. Sepertinya kita sudah terlanjur melantiknya,” ujar Kumendong.
Sikap MD-GPdI Sulut yang takut memberi sanksi menuai kritikan keras dari warga jemaat.
“MD tidak berani memberi sanksi pada oknum gembala yang merusak nama baik GPdI. Ibu ketua MD sudah jelas-jelas dilawannya, tapi anggota MD lainnya tidak peduli dengan itu,” ungkap Berny Tulus.
“Ada ketua jemaat berusaha penjarakan jemaatnya tapi pimpinan di Sulut acuh. Apa mereka tidak pikirkan, bagaimana Gembala berkhotbah melayani jemaat yang tahu kalau dia tidak punya Kasih ? bisa dibayangkan suasana di jemaat,” kata Olga Sumual.
Dilain pihak, para senior jemaat mengecam pimpinan yang berkompromi pada siasat tak logis oknum gembala NS.
“MD sudah keterlaluan. Mereka setuju dengan perjanjian yang dilatar belakangi ancaman. Si Gembala boleh dilantik tapi harus mencabut laporannya di Polisi. Ini sama dengan barter barang yang dilegalkan oleh MD. Ya, jabatan gereja diganti dengan laporan kasus,” ucap Willem Pinatik dengan nada tinggi.
Diketahui, insiden memalukan ini berawal dari peristiwa meninggalnya Gembala GPdI Victory Raringis Utara kecamatan Langowan Barat pada tanggal 4 Februari 2021.
Saat pemakaman tanggal 6 Februari, pihak MD-GPdI Sulut belum melantik istri almarhum inisial NS sebagai pengganti karena jemaat tak menerima.
Selang beberapa waktu, MD putuskan NS ditempatkan di jemaat GPdI Tember. Ironisnya penempatan batal karena jemaat Tember menolak NS.
Tiba-tiba pada tanggal 17 Februari, NS menyuruh orang berinisial NM melaporkan Panitia Duka jemaat Victory Raringis ke Kepolisian dengan tuduhan menggelapkan dana duka sebesar Rp 8 jutaan.
Tuduhan ini tak berdasar karena Panitia Duka menggunakan dana tersebut sesuai putusan rapat yang juga dihadiri oleh si Pelapor.
Dikemudian hari diketahui, laporan ini dibuat untuk menekan para terlapor yang merupakan tokoh jemaat penolak NS untuk menjadi Gembala Raringis.
Karena ketakutan, para terlapor mengadu ke pihak MD GPdI Sulut. Anehnya bukannya berupaya membina si Gembala Pelapor, MD justru ikut mendukung siasat si Gembala dengan cara membuat surat perjanjian antara Gembala Pelapor dan para terlapor. Salah satu syarat utama, bahwa jemaat terlapor bersedia menerima NS menjadi Gembala, tapi NS harus lebih dulu mencabut laporan kasus ke polisi. Kenyataannya, hingga kini NS tak pernah mencabut laporannya, sementara pihak MD tidak berani menindak si oknum Gembala.(joppie wongkar)