RATAHAN, mejahijau.com – Tidak gampang menjadi Kepala Dinas Pertanian di Pemkab Minahasa Tenggara (Mitra). Selain harus memenuhi syarat kompetensi, juga harus memenuhi berbagai kriteria yang dikehendaki oleh Bupati James Sumendap SH.
Syarat formil lainnya, sosok Kepala Dinas Pertanian tentu orang dekat atau paling tidak dikenal baik oleh bupati. Dan dia bersedia kerja keras serta loyal kepada bupati selaku pimpinannya.
Hanya saja, Kepala Dinas Pertanian Pemkab Mitra, inisial JU alias Johana sepertinya berbanding terbalik. Sepak terjangnya terancam menurunkan kredibilitas Pemkab Mitra yang dipimpin Bupati James Sumendap jika terbukti luas tanah pembeliannya tak sesuai dengan luas tanah yang dikuasainya.
Adapun modus operandi oknum Kadis Johana, yakni memasukan lahan tanah milik orang lain yang tak sesuai dengan Surat Ukur tahun 2009 yang luasnya hanya 1082 M2.
Surat ukur tersebut kemudian diajukan untuk pembuatan sertifikat ke Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah itu terbitlah sertifikat nomor 15 Desa Wioi Satu atasnama Dra Johana Untu tetapi luas penguasan lahan tanah kabarnya tak sesuai dengan pembelian awal.
Seperti diketahui, Johana hampir tiga tahun menjabat Camat Ratahan Timur. Kemudian dia dilantik menjabat Kepala Dinas Pertanian Pemkab Mitra pada Mei 2020. Kelakuannya merabat beton sumber air persawahan warga, sempat menjadi viral di grup-grup media sosial (medsos) dan menjadi ‘buah bibir’ masyarakat di wilayah Kabupaten Mitra.
Informasi yang dipetik wartawan media ini, data luas tanah sertifikat atasnama Johana tak sesuai dengan surat pengukuran tanah. Dan lahan tanah milik keluarga Pontororing-Mokolensang salah satunya ikut ‘dicaplok’ dalam dokumen pengajuan sertifikasi atasnamanya.
Karena indikasi kejanggalan sangat kuat, pelak saja keabsahan dokumen tanah yang dipegang anak buah James Sumendap ini dicurigai ada pemalsuan data luas tanah saat pengajuan pembuatan sertifikat.
Indikasi pemalsuan semakin kencang karena lahan tanah milik orang lain antaranya milik Keluarga Pontororing-Mokolensang ikut masuk dalam penguasaan oknum Kadis Pertanian. Selain itu, disinyalir Johana telah memutar-balik kedudukan arah mata-angin dalam dokumen lahan tanah yang dibelinya. Akibarnya kedudukan lahan tanah dalam penguasaannya tak sesuai dengan tata letak yang sebenarnya.
Puncaknya kecurigaan semakin lebar ketika upaya mediasi yang dilakukan Polres Mitra yang menghadirkan kedua belah pihak tak membuahkan hasil maksimal.
Upaya media Polres Mitra adalah dengan cara membuka register desa Wioi Satu, pada Rabu, 02 Juni 2021, ternyata oknum Johana tak memperlihatkan dokumen tanah yang dipersengketakan dengan keluarga Pontororing-Mokolensang.
Sumber intelijen di Polres Mitra menyebut, Johana mengakui kalau sertifikat tanah miliknya ada kekeliruan saat pembuatannya. Dan sumber terpercaya juga menyebut, bahwa pejabat teras Pemkab Mitra ini kayaknya kuatir sehingga memberi alasan kalau penerbitan sertifikat tanah atasnamanya terjadi beberapa kekeliruan.
Sementara oknum Johana dikonfirmasi wartawan seperti dikutip dari salah satu laman media online bersikeras bahwa dia memiliki dokumen tanahnya. Tetapi lucunya Johana enggan memperlihatkan saat mediasi yang ditengahi kepolisian di Polres Mitra.
Sikap keengganan Johana semakin mendorong kecurigaan banyak pihak termasuk keluarga Pontororing-Mokolensang yang bersengketa.
“Kami semakin curiga apalagi saat mediasi di Polres Mitra, pihak sebelah tidak menunjukan dokumen asli yang dimilikinya. Padahal tujuan mediasi di hadapan kepolisian untuk buka buku register Desa Wioi Satu, karena dari situ akan terbongkar akar permasalahan,” kata Enos Pontororing.
Enos menyesalkan pihak Johana yang tak proaktif menunjukan dokumen kepemilikan yang sah saat mediasi di kepolisian.
“Karena sudah seperti ini, maka kami akan mengawal terus kasus ini hingga menemukan kebenarannya. Karena lahan tanah itu semua orang tahu adalah memang milik keluarga kami!,” tandasnya.
Kapolres Mitra AKBP Rudi Hartono SIK melalui Kasat Reskrim Iptu Ahmad Muzaki SIK kepada wartawan membenarkan pihaknya sudah melakukan mediasi dengan menghadirkan kedua belah pihak.
Selain dua belah pihak yang bersengketa, pihak yang dihadirkan antaranya Pemerintah Desa Wioi dan Pemerintah Kecamatan untuk mendengarkan keterangan, serta membuka buku register tanah Desa Wioi.(tim redaksi)