MANADO, mejahijau.com – Kayaknya pantas jika kinerja Kejaksaan Republik Indonesia dipertanyakan oleh masyarakat Sulawesi Utara (Sulut). Pasalnya sederet kasus dugaan tindak pidana korupsi (Tipikor) yang diusut para ‘satria’ di kantor kejaksaan kebanyakan tertahan di lemari-lemari lembaga penegak hukum ini.
Lihat saja soal dugaan kasus pengadaan KM Tampungang Lawo yang dibiayai APBD 2014 Pemkab Sangihe. Kasus ini sudah menghangat sejak 2015 silam kala itu pemerintahan dipimpin Bupati Hironimus R Makagansa.
Lucunya penanganan dugaan kasus KM Tampungang Lawo banderol Rp 11,5 miliar mulai gencar selang tahun 2016 hingga 2017.
Sayangnya pengusutan kasus hingga kini tak ada kabar lagi. Padahal awal-awalnya para jaksa di Kejari Tahuna menggebu-gebu dengan semangat “45” untuk mengusut dugaan penyimpangan pengadaan KM Tampungang Lawo.
Adapun pejabat-pejabat Pemkab Sangihe yang sudah menjalani pemeriksaan, antaranya Sekretaris Daerah (Sekda) Edwin Roring (mantan) bersama dua mantan Kepala BPPD Pemkab Sangihe, Jefry Tilaar dan Irklis Sombounaung.
Saat pemeriksaan awal Kejari Tahuna bersikeras telah terjadi mark-up anggaran cukup fanastis pada pengadaan KM Tampungang Lawo di BPPD Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Sumber intelijen redaksi mejahijau.com menyebut, awalnya pengusutan kasus hingga tahun 2017 teramat gencar oleh Kejari Tahuna.
Entah apa penyebabnya, kemudian tersiar kabar kalau kasus tersebut sudah diambil-alih oleh kejaksaan yang lebih atasnya, yakni Kejati Sulut.
Pengambil-alihan kasus dari tangan Kejari Tahuna, barangkali soal case money value atau berapa dulu banderol nilai duit suatu kasus.
Kalau nilai duit kasus dibawah Rp 5 miliar, kabarnya itu ditangani kejaksaan negeri (Kejari) setempat. Tetapi jika nilai duitnya berada di atas Rp 5 miliar, itu biasanya di take-over Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Dan terkait kasus KM Tampungang Lawo, Kepala Kejari Tahuna Yunardi SH MH melalui Kasi Intel Erwan Budi SH Kamis, 14 Nopember 2019 lalu kepada sejumlah wartawan di Tahuna, masih mengkonfirmasi soal status dugaan kasus.
Menurut Budi SH, kasus tersebut masih terus jalan dan pihaknya sudah memanggil lima (5) orang pejabat untuk dimintai keterangan.
KM Tampungang Lawo sendiri adalah kapal bekas yang diperbaiki ulang dari galangan kapal di pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya.
Selesai diperbaiki, kapal ini diberangkatkan dari pelabuhan Tanjung Perak menuju pelabuhan Tahuna Sangihe menempuh jarak 1150 mil dengan memakan waktu 125 jam.
Setibanya di pelabuhan Tahuna, kehadiran KM Tampungang Lawo sempat menarik perhatian warga Sangihe khususnya warga domisili di pesisir pantai pelabuhan Tahuna.
Warga berbondong-bondong menyaksikan kapal banderol Rp 11,5 miliar yang dirogoh dari kas APBD Sangihe yang pengadaannya ditukangi Badan Pengelola Perbatasan Daerah (BPPD) Pemkab Sangihe.
Sialnya belakangan BPPD Pemkab Sangihe mendadak dihapus menyesuaikan dengan regulasi pemerintah pusat.
“BPPD boleh saja dihapus, tetapi tidak menghilangkan dugaan kasus memperkaya diri sendiri atau kelompok tertentu. Itu harus tetap diusut,” ungkap sejumlah LSM antikorupsi di Tahuna kepada mejahijau.com.
Pada waktu yang hampir bersamaan, selain KM Tampungang Lawo muncul juga kasus baru yakni pembangunan tiga dermaga Jetty di Teluk Tahuna yang diduga kuat sarat dengan masalah.
“Tiga dermaga Jetty itu anggarannya Rp 13 miliar. Jadi bukan cuma berkas kasus KM Tampungang Lawo saja yang diambilalih Kejati Sulut,” ungkap sumber lagi.
Dengan begitu, dari dua berkas kasus penyimpangan di Tahuna hingga kini tak lagi terdengar.
Menariknya lagi, nilainya dari dua paket tersebut juga fantastis karena menyentuh angka lebih dari Rp 24 miliar.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Sulawesi Utara, Albina Dita Prawitaningsih dikonfirmasi melalui Kasie Penkum (Kepala Seksi Penerangan Hukum) Theodorus Rumampuk SH MH membantah kalau kasus KM Tampungang Lawo ditangani oleh Kejati Sulut.
“Berkas kasusnya tidak ada di Kejati Sulut mungkin di Kejari Tahuna. Kasus tidak diambil-alih oleh Kejati Sulut, silahkan konfirmasi saja dengan Kejari Tahuna,” kata Rumampuk, baru-baru ini.(tim redaksi)