JAKARTA, mejahijau.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) saat ini tengah mendalami adanya permainan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) dalam lelang proyek pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi.
Hal itu diungkapkan oleh Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata dalam acara Webinar Aksi Cegah Korupsi di Pengadaan Jasa Konstruksi yang disiarkan langsung di kanal YouTube Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK), Rabu siang, 6 Oktober 2021.
Dalam acara ini, Alex menceritakan beberapa waktu yang lalu dirinya mendapatkan pesan WhatsApp dari salah satu peserta lelang di salah satu daerah. Peserta tersebut menawar harga paling rendah dari nilai proyek, akan tetapi tidak menang.
“Dari penilaian panitia atau ULP, harga penawarannya dianggap tidak wajar. Paling rendah tetapi dianggap tidak wajar. Karena apa? Dia menawar 80 persen di bawah HPS. Ada 4 penawar harga di bawah 80 persen HPS,” ujar Alex seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Rabu sore, 6 Oktober 2021.
Keempat peserta lelang tersebut kata Alex, juga tidak lolos karena dianggap harganya tidak wajar. Sementara yang menang adalah peserta yang berada diurutan kelima dengan harga Rp 1,5 miliar lebih dibandingkan harga terendah yang ditawarkan.
“Rp 1,5 miliar itu lebih kurang Rp 15 persen dari HPS sekitar Rp 9 miliar. Berdasarkan pengalaman KPK menangani proses pengadaan barang dan jasa yang melibatkan para pengambil kebijakan, ada permintaan fee lazim yang sebesar 5-15 persen,” kata Alex.
“Nah saya tidak tau, apakah selisih harga yang Rp 1,5 miliar yang tadi saya ceritakan tadi, itu untuk menanggulangi atau untuk menutup fee tersebut yang 15 persen,” sambung Alex.
Atas pengaduan itu, Alex mengaku sudah meminta koordinator wilayah di KPK untuk mendalami hal tersebut.
“Kenapa empat penawar harga terendah itu harganya dianggap tidak wajar karena di bawah 80 persen. Saya sempat bertanya, apakah dengan harga terendah tersebut, itu sudah untung? ‘sudah Pak Alex, itu sudah kita perhitungkan dengan keuntungan 15 persen, memang hitungan kami, itu tidak menghitung adanya pemberian fee kepada pejabat-pejabat atau pihak-pihak di luar’.
Murni keuntungan perusahaan sudah dihitung 15 persen, sehingga dia bisa menawar harga yang rendah di bawah 80 persen dari HPS. Itu cerita dia,” ungkap Alex.
Dari persoalan itu kata Alex, tidak menutup kemungkinan banyak perusahaan rekanan dalam pemborongan pekerjaan konstruksi menambah biaya fee 5-15 persen di luar keuntungan yang diperoleh.
“Ini fakta-fakta yang sering diungkap oleh KPK ketika KPK melakukan penindakan terhadap perkara suap menyangkut pengadaan barang dan jasa di bidang konstruksi,” pungkas Alex.(*rmol)