MANADO, mejahijau.com – Polemik soal surat dinas Kapolres Minahasa Tenggara (Mitra) AKBP Rudi Hartono terus berlanjut. Diduga hanya berdasarkan pengakuan Perangkat Desa saja, Kapolres Mitra kuatkan kepemilikan tanah sengketa yang dikuasai Adri Mamahit.
Seperti diketahui, Kapolres Mitra AKBP Rudi Hartono lewat surat dinasnya meminta Kepala Desa Ratatotok Satu untuk mengukur dan menunjuk batas tanah milik Adri Mamahit.
Adapun yang melatari asumsi Polres Mitra perlu mengeluarkan surat dinas tersebut berdasarkan Surat Keterangan dan pernyataan yang ditanda-oleh perangkat Desa Ratotok Satu.
Surat tersebut kabarnya hasil pertemuan perangkat desa hari Jumat, 05 Maret 2021 yang meninjau lokasi untuk menentukan tanah yang diduduki Arnold Tambuwun yang dikelola Revol Tambuwun berada di lokasi bernama Pasolo atau Lobongan.
“Jadi, dalam surat pernyataan ini dijelaskan, hukumtua dan perangkatnya mengatakan bahwa tanah tersebut milik saudara Andri Mamahit, dan dijelaskan juga batas-batasnya,” ungkap Kapolres Mitra AKBP Rudi Hartono via pesan whatsapp yang ditujukan kepada redaksi mejahijau.com, Selasa, 07 Desember 2021.
Lanjut dijelasan, makanya Polres Mitra mengeluarkan surat dinas permintaan pengukuran tanah milik Adri Mamahit. Lalu kenapa Kapolres Mitra yang bertanda tangan, itu karena surat keluar instansi sehingga harus kepala kesatuan (Kapolres) yang bertanda-tangan.
Begini pesan klarifikasi AKBP Rudi Hartono yang dikirimkan ke redaksi mejahijau.com ,”Jadi.. dalam surat pernyataan ini dijelaskan bahwa seluruh hukum tua dan perangkatnya mengatakan bahwa tanah tersebut milik sdr andri mamahit dan di jelaskan juga batas2nya… maka penyidik memandang perlu mengetahui terkait tanda2 batas dari tanah tersebut.. makanya dikeluarkanlah surat itu. Kapolres yg bertanda tangan krn itu surat keluar instansi sehingga harus kepala kesatuan yg ttd.. Mungkin itu saja.. tks.
Sehari sebelumnya, pendapat akademisi hukum Unsrat Manado Eugenius Paransi SH MH bahwa surat dinas Kapolres Mitra yang ditujukan kepada Kepala Desa Ratatotok Satu dinilai tendensius, salah kaprah, dan tidak dapat dibenarkan.
“Meski dengan alasan pengusutan suatu perkara tidak dapat dibenarkan. Kalau penyidik minta diukur obyek sengketa yang menjadi locus delicti kepada kepala desa, itu dapat dibenarkan. Tapi kalau meminta Kepala Desa mengukur atasnama pihak tertentu (Adri Mamahit), ini tidak obyektif lagi.
“Karena ada dua pihak yang bersengketa atas tanah tersebut, maka pantaslah kalau kepala desa tidak mengukurnya,” papar Paransi sebagaimana edisi berjudul ,”Surat Dinas Kapolres Mitra Tidak Dapat Dibenarkan”.
Menurut dosen Fakultas Hukum Unsrat Manado ini, kalau benar surat dinas kepolisian yang meminta ukur tanah atasnama salah satu pihak, maka tugas polisi cenderung menyimpang dalam menangani suatu perkara.
“Tidak dibenarkan karena menyimpang, apalagi obyek sedang sengketa. Mengapa tidak dibenarkan? karena surat dinas itu cenderung berpihak kepada salah satu pihak tertentu sementara pihak lain diabaikan dan terkesankan dikorbankan,” pungkasnya.
Seperti diketahui, polemik seputar surat dinas Polres Mitra ber-kop Polri nomor: B/170/VI/2021/Reskrim, isinya meminta Kepala Desa Ratatotok Satu melakukan pengukuran dan penunjukan batas tanah milik Adri Didi Mamahit.
Dan surat tersebut dibenarkan Kapolres Mitra AKBP Rudi Hartono bahwa surat tersebut diterbitkan dirinya selaku Kapolres dan juga sebagai penyidik atas kasus tersebut.
Begitu juga mantan Kepala Desa Ratatotok Satu, Stien Frida Porayow dikonfirmasi membenarkan soal surat tersebut. Hanya saja pemerintah desa tak berani melakukan pengukuran atas obyek tanah dimaksud diduga karena meragukan alas hak kepemilikkan oknum ADM alias Didi.
Namun lelaki Didi kayaknya terlanjur mempolisikan lelaki inisial RT alias Hin ke Polda Sulut.
Belakangan Hin yang sudah ditetapkan tersangka oleh Polres Mitra, belakangan di SP-3 setelah gelar perkara karena tak cukup bukti untuk menjeratnya.(vanny)