MANADO, mejahijau.com –
Keseimbangan antara hak dan kewajiban Aparat Sipil Negara (ASN) sudah diatur rinci oleh negara.
Tetapi bagaimana kalau pejabat level Kepala UPTD ternyata menerima tunjangan dua kali lebih tinggi dibanding tunjangan seorang Sekretaris Provinsi (Sekprov)?
Informasi intelijen redaksi mejahijau.com menyebutkan, hal itu hanya terjadi di lingkaran manajemen Rumah Sakit (RS) Mata Provinsi Sulawesi Utara.
Setiap bulan, Direktur RS Mata inisial HPT alias dr Hendrik kabarnya menerima jasa medis BPJS senilai Rp80 juta.
Nilai fantastis juga diterima Kepala Tata Usaha RS Mata inisial EE alias Erna yang besarnya mencapai Rp60 juta.
Ada juga berturut-turut Kepala Seksi Pelayanan inisial JJL alias Joike senilai Rp50 juta, serta Kepala Seksi penunjang medik inisial JFE alias Jusup setiap bulannya menerima Rp50 juta.
Jasa medis empat (4) pejabat di RS Mata yang merupakan UPTD Dinas Kesehatan Provinsi Sulut ini, ternyata tak sebanding dengan tunjangan jabatan Sekprov Sulut yang hanya Rp 40 juta.
Tunjangan Sekprov Steve Kepel kabarnya hanya Rp40 juta, tak setara Kepala Seksi Pelayanan dan Kepala Seksi Penunjang Medis yang masing-masing menerima Rp50 juta.
Sontak jasa medis empat pejabat ini mendatangkan kecemburuan di lingkungan UPTD yang beralamat Jalan Arnold Mononutu, Wanea, Kota Manado.
Sementara untuk jasa medis BPJS para tenaga kesehatan lainnya di RS Mata terbilang sangat rendah.
Kabarnya ada yang terima hanya Rp1 juta sampai Rp2,5 juta setiap bulan. Dan pembayarannya pun disinyalir hanya sesuka hati manajemen RS saja.
Informasi tersebut dibenarkan oleh Koordinator PLHAK (Pecinta Lingkungan Hijau dan Anti Korupsi) Provinsi Sulut, Merlin Posumah saat bersua dengan redaksi mejahijau.com, Rabu, (31/05/2023).
“Iyaa benar, informasi yang kami petik juga seperti itu, bahwa jasa medis BPJS Direktur sebesar Rp80 jutaan setiap bulan. Dan itu belum termasuk gaji serta tunjangan-tunjangan lainnya,” ungkap Merlin Posumah, Koordinator PLHAK Provinsi Sulut.
Pihaknya menduga ada kejanggalan dalam penetapan besaran angka jasa medis di RS yang dipimpin dr Hendrik Petrus Tairas itu.
“Padahal ada ketentuan baku dalam penetapan jasa medis. Jadi, tidak ditetapkan seenak-enaknya. Dan ini sedang kami telusuri,” ungkapnya.
Kelak setelah rampung dan ternyata ditemukan menyimpang dengan regulasi, kata dia, maka pihaknya tak segan-segan membawanya ke penegak hukum.
“Kalau ternyata ada penyimpangan, maka kami akan melapor resmi ke penegak hukum,” tandasnya.
Manajemen RS Mata Provinsi Sulut dikonfirmasi redaksi mejahijau.com membenarkan soal besaran nilai jasa medis yang diterima direktur dan tiga pejabat tersebut.
“Kan tidak ada masalah. Sudah diperiksa oleh inspektorat dan juga BPK-RI, nilainya kan tidak jadi temuan. Lalu apa yang salah disini?,” ungkap Joike J Lumataw Kepala Seksi Pelayanan RS Mata Provinsi Sulut, Rabu, (31/95/2023).
Lumataw juga menjelaskan soal selentingan isu nilai jasa medis tenaga kesehatan yang kabarnya ditetapkan suka-suka saja.
Sistem pembayarannya, kata Joike J Lumataw, sesuai ruangan masing-masing.
“Kalau tenaga kesehatan tidak masuk atau lalai, maka penetapan jasa medisnya dilakukan oleh kepala ruangan. Dan sisa potongannya, dibagi dalam ruangan tersebut. Tidak kemana-mana,” pungkasnya.(tr)