TONDANO, mejahijau.com – Mantan Hukum Tua Desa Rumengkor Satu, Kecamatan Tombulu, Kabupaten Minahasa, Yohanis Korengkeng diduga telah melakukan penyelewengan Dana Desa (Dandes) sejak 2017 – 2019.
Dugaan penyelewengan dana desa untuk kepentingan pribadi hal ini telah dilaporkan Jefrie Taroreh, di Polda Sulut pada 5 Desember 2019, sampai saat ini belum ada kejelasan atas laporan tersebut. tutur Jefrie Tarore kepada mejahijau.com melalui whatsapp Rabu 24 April 2024.
Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Michael Irwan Thamsil, saat dikonfirmasi media mejajijau.com di Mapolda mengatakan, untuk laporan dugaan penyelewengan dana Desa (Dandes) Desa Rumengkor Satu pada tahun 2019 lalu akan cek dahulu, dikarenakan saya baru menjabat Kabid Humas pada tahun ini, ucap Kabid Humas.
Lanjut Jefrie Taroreh, beberapa dugaan penyelewengan dana desa diantaranya, penyalahgunaan dana awal Badan Usaha Milik Desa (Bumdes), pembuatan tembok dan talud tidak mengikuti spek, serta pembangunan jalan tidak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB).
“Bangunan Bumdes dibangun di samping rumah hukum tua hanya dijadikan garasi tanpa aktivitas. Ketua Bumdes istri hukum tua. Jalan dibangun baru setahun lebih sudah rusak,” jelas Jefrie.
Jefrie juga membeberkan dugaan korupsi mantan Hukum Tua Yohanis Korengkeng dengan modus upah kerja ditandatangani pekerja di blanko kosong, pembelian pipa air di bawah standar dan praktik gratifikasi.
“Gratifikasi pembuatan jalan disertai imbalan tanah satu kapling. Dana pembelian pipa air 150 juta, dibelanjakan hanya 50 juta, yang dibeli pipa di bawah standar,” ucap Jefrie.
Dugaan penyelewengan lainnya, menurut Jefrie, pemerasan kepada Keluarga Freddy Lendo-Merung sebesar Rp12 Juta. Alasan hukum tua untuk ganti rugi sewa alat penggusuran. Padahal, sewa alat diduga hanya Rp 4 Juta.
“Kemudian retribusi air 197 KK per bulan 10 ribu, total uang terkumpul 66 juta. Ketika warga mengeluh ganti pipa air karena longsor pada 2019 uang sudah tidak ada, diduga sudah digunakan aparat desa. Anehnya, sejak kasus-kasus dilaporkan retribusi air sudah ditiadakan,” ucapnya.
Tak hanya dana desa, mantan Hukum Tua Yohanis Korengkeng juga diduga menyelewengkan anggaran program Pemda Minahasa di antaranya program bedah rumah dan makanan tambahan balita 2017 tidak disalurkan Rp1,9 Juta dan 2018 sebesar Rp3,6 Juta.
“Bedah rumah sekitar 2018, mereka (aparat desa) hanya foto rumah warga sudah jadi kemudian dijadikan bukti pertanggungjawaban,” ungkap Jefrie.
Kata Jefrie Taroreh, akibat implementasi program pembangunan Hukum Tua Yohanis Korengkeng diduga sarat penyimpangan, sekretaris dan bendahara desa putuskan mengundurkan diri karena tidak mau terjerat masalah hukum.
“Mereka mengundurkan diri karena takut terjerat hukum akibat penggunaan anggaran desa hanya semau-maunya hukum tua. Saya berharap pihak Kejati, Polda dan Ombudsman menindaklanjuti laporan dugaan penyimpangan dana desa sejak 2017 hingga 2019 ini, sudah saya laporkan,” pungkas Jefrie.
Berikut masalah dan dugaan penyelewengan anggaran termasuk dana desa oleh Hukum Tua Rumengkor Satu Yohanis Korengkeng:
2017 modal awal dana Bumdes Rp50 Juta, 2018 dana awal Rp100 Juta. Ketua Bumdes istri hukum tua.
Bangunan Bumdes di samping rumah hukum tua hanya dijadikan garasi tanpa aktivitas Bumdes. Alasan hukum tua dana Bumdes dipinjamkan ke ibu-ibu.
Makanan tambahan balita (Dinsos Pemkab Minahasa) 2017 tidak disalurkan Rp1,9 Juta dan 2018 sebesar Rp3,6 Juta.
2018 pembuatan tembok tinggi 4 meter panjang 100 meter dan timbunan 100 meter, dikerjakan hanya 26 meter dan timbunan hanya 3 meter. Anggaran Rp240 Juta, tiga hari kemudian papan proyek dicabut.
Jalan dibangun 2018 tapi sudah rusak karena tidak sesuai rencana anggaran biaya (RAB). Pembuatan tembok pribadi pakai dana desa. Sejak 2017 hingga 2019, upah kerja para pekerja disuruh tanda tangan di blanko kosong.
Dana pembelian pipa air Rp150 Juta, dibelanjakan hanya Rp50 Juta, yang dibeli pipa di bawah standar. Program bedah rumah (Dinsos Pemkab) sekitar 2018, hanya foto rumah warga sudah jadi kemudian dijadikan bukti pertanggungjawaban.
Pemerasan kepada Keluarga Freddy Lendo-Merung sebesar Rp12 Juta, alasan hukum tua untuk ganti rugi sewa alat penggusuran. Padahal, sewa alat diduga hanya Rp 4 Juta. Rp8 juta kemana? Karena tidak masuk ke kas desa.
Gratifikasi pembuatan jalan dengan imbalan hukum tua dapat 1 kapling tanah dari warga. Retribusi air 197 KK per bulan Rp 10 Ribu, total Rp 66 Juta.
Ketika warga mengeluh ganti pipa air karena longsor pada 2019 yang sudah tidak ada, diduga sudah digunakan aparat desa. Anehnya, sejak kasus-kasus dilaporkan retribusi air sudah ditiadakan. Kantor desa sudah rusak karena tidak difungsikan. (*/eter)