DALAM DEBAT publik akhir-akhir ini mengemuka soal status ASN yang bersedia maju sebagai bakal calon Walikota Manado. Hal ini cukup mengundang polemik, apakah objektif tanpa pretensi tertentu, ataukah hanya sekadar syarat kepentingan (vest interest) dalam kontestasi menjelang Pilkada 9 Desember 2020.
Agar supaya terang benderang tidak saling jegal dalam berbagai perspektif dan spekulasi politik, penting Penulis memberikan edukasi publik, dengan tetap menjaga independensi untuk mengulas dalam pendekatan akademik yuridis tentang bagaimana status ASN, kapan bakal Calon ini mundur sebagai ASN dalam perhelatan Pilkada?.
Dibawah ini ada beberapa ketentuan terkait status ASN sebagai berikut:
Pertama: Peraturan Pemerintah No. 17 Tahun 2020 Perubahan atas PP No. 11 Tahun 2017 Tentang Menajemen PNS, Pasal 254 ayat (1) “PNS wajib mengundurkan diri sebagai PNS pada saat ditetapkan sebagai calon Presiden dan Wakil Presiden, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua, Wakil Ketua, dan Anggota Dewan Perwakilan Daerah, Gubernur dan Wakil Gubernur, atau Bupati/Walikota dan Wakil Bupati/Wakil Walikota oleh lembaga yang bertugas melaksanakan pemilihan umum.”, ayat (2)”Pernyataan pengunduran diri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditarik kembali.”
Berdasarkan Regulasi tersebut diatas secara eksplisit terkait dengan pengunduran diri sebagai ASN, nanti pada saat ditetapkan sebagai Calon oleh Komisi Pemilihan Umum. Sesuai dengan PKPU No. 5 Tahun 2020 Tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 15 Tahun 2019 Tentang Tahapan, Program dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Wali Kota dan Wakil Walikota Tahun 2020.
Bahwa tahapan Pendaftaran Calon yaitu pada tanggal 4 sampai dengan 6 September 2020, dan Penetapan Pasangan Calon oleh KPU tanggal 23 September 2020, jadi nanti wajib mengundurkan diri pada saat ditetapkan sebagai Pasangan Calon oleh Komisi Pemilihan Umum pada tanggal 23 September 2020.
Kedua: Undang-undang No. 10 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, Dan Walikota Menjadi Undang-Undang, Pasal 7 ayat (1) “Setiap warga Negara berhak memperoleh kesempatan yang sama untuk mencalonkan diri dan dicalonkan sebagai Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur, Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati, serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota.
Tentang persyaratan Calon Pasal 7 ayat (2) huruf t “menyatakan secara tertulis pengunduran diri sebagai anggota Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Pegawai Negeri Sipil serta Kepala Desa atau sebutan lain sejak ditetapkan sebagai pasangan calon peserta Pemilihan.”
Pada penjelasan Undang-undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil negara disebutkan bahwa “dalam upaya menjaga netralitas ASN dari pengaruh partai politik dan untuk menjamin keutuhan, kekompakan, dan persatuan ASN, serta dapat memusatkan segala perhatian, pikiran, dan tenaga pada tugas yang dibebankan, ASN dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.”
Sejalan dengan Peraturan Pemerintah No. 37 Tahun 2004 Tentang Larangan PNS menjadi Anggota Partai Politik dalam Pasal 2 ayat (1) “Pegawai Negeri Sipil dilarang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik.” Ayat (2) Pegawai Negeri Sipil yang menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik diberhentikan sebagai Pegawai Negeri Sipil.”
Berdasarkan ketentuan tersebut potensi pengunduran diri sebetulnya, bukan nanti terjadi pada saat PNS tersebut mendaftarkan diri sebagai Pasangan Calon dan ditetapkan oleh KPU dalam penetapan Calon tetapi dapat pula terjadi juga pada saat ASN yang bersangkutan menjadi Anggota Partai Politik.
Fenomena usung mengusung Calon diinternal Partai Politik, diwajibkan Calon yang akan diusung harus menjadi Anggota Partai Politik lebih dahulu dan diterbitkanlah Kartu Tanda Anggota (KTA).
Pada saat ini berdasarkan ketentuan tersebut ASN harus mundur jauh sebelum pendaftaran Calon dalam Pilkada. PP No. 42 Tahun 2004 Tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik PNS, dalam Pasal 6 huruf h “Nilai-nilai Dasar yang harus dijunjung tinggi oleh Pegawai Negeri Sipil meliputi : profesionalisme, netralitas, dan bermoral tinggi;”
Mengapa ASN harus netral dalam Pilkada, agar menjaga Independensi, Perofesionalitas sebagai penyelenggara Negara serta menjamin pelayanan publik yang adil bagi semua pihak.
Terkait dengan fungsi pengawasan ASN telah dibentuk Komisi ASN (KASN) yang mempunyai wewenang dalam Undang-undang No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 32 ayat (1) huruf c “KASN berwenang: meminta informasi dari pegawai ASN dan masyarakat mengenai laporan pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; huruf d “memeriksa dokumen terkait pelanggaran norma dasar serta kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN; Pasal 32 ayat (2) “Dalam melakukan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, KASN berwenang untuk memutuskan adanya pelanggaran kode etik dan kode perilaku Pegawai ASN.
Jadi mekanisme Peraturan Perundang-udangan ini, mutlak pelanggaran ASN harus melalui pemeriksaan Komisi Aparatur Sipil Negara terlebih dahulu sebelum merekomendasikan kepada atasan langsung dari ASN yang bersangkutan, jika atasan langsung mengabaikan rekomendasi dari Komisi Aparatur Sipil Negara, maka KASN diberikan kewenangan untuk menyampaikan langsung kepada Presiden, sebagai top administratur dan top eksekutif untuk menjatuhkan sanksi.
Demikian prespektif yuridis terkait pencalonan ASN pada Pilkada.(Penulis: 1. Dosen di Fakultas Hukum Universitas Sam Ratulangi Manado. 2. Tim Ahli DPRD Provinsi Sulut.