JAKARTA, mejahijau.com – Anies Baswedan dikabarkan segera dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pemanggilan terhadap Gubernur DKI Jakarta dilakukan untuk mengetahui proses pengadaan tanah yang saat ini sudah ada beberapa tersangka.
Selain memeriksa Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, KPK juga akan menggarap Ketua DPRD DKI, Prasetyo Edi Marsudi.
Keduanya akan mintai keterangan dalam kasus dugaan korupsi pengadaan tanah di Munjul, Jakarta Timur, tahun anggaran 2019 lalu.
Ketua KPK, Firli Bahuri mengatakan, Anies dan Prasetyo Edi akan diperiksa lantaran keduanya diduga tahu proses pengadaan tanah tersebut.
Terlebih, lanjut Firli, anggaran pengadaan tanah Munjul bersumber dari APBD DKI Jakarta. Dan hal itu kemungkinan dibahas dan ditetapkan oleh Pemprov dan DPRD DKI.
“Pengadaan lahan dan penyusunan program anggaran APBD DKI, tentu Gubernur DKI sangat memahami,” kata Firli dalam keterangannya pada Senin, 12 Juli 2021.
DPRD DKI, kata dia, memiliki tugas kewenangan menetapkan RAPBD menjadi APBD bersama Pemda DKI.
“Mestinya tahu akan alokasi anggaran pengadaan lahan DKI. Jadi tentu perlu dimintai keterangan sehingga menjadi terang benderang,” ujar Firli.
Dengan pemanggilan Anies Baswedan ini, kata Firli, tim penyidik akan bekerja keras. KPK akan mengungkap kasus yang diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp152 miliar.
Tim penyidik tak ragu menjerat pihak-pihak yang ikut terlibat. Baik itu unsur eksekutif maupun legislatif untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.
“Kita akan ungkap semua pihak yang diduga terlibat baik dari kalangan legislatif, dan eksekutif,” tandasnya.
Anggaran pengadaan lahan sangat besar kerugian negaranya. Makanya KPK akan menindak siapa saja yang terlibat tanpa pandang bulu.
“Jadi siapapun pelakunya yang terlibat dengan bukti yang cukup, kami tidak akan pandang bulu karena itu prinsip kerja KPK,” kata Firli.
Menurutnya, KPK tak bisa menjerat seseorang jadi tersangka tanpa ada bukti permulaan yang cukup. Masyarakat diminta bersabar dan mendukung penyidik menemukan kecukupan alat bukti untuk menjerat pihak yang terlibat.
Sebelumnya, Dirut Perumda Pembangunan Sarana Jaya Yoory C Pinontoan ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan kasus pengadaan tanah.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan langsung mengambil sikap dengan menonaktifkan Yoory C Pinontoan.
Hal itu, tertuang dalam Keputusan Gubernur Nomor 212 Tahun 2021 tentang Penonaktifan Direktur Utama dan Pengangkatan Direktur Pengembangan sebagai Pelaksana Tugas Direktur Utama Perumda Pembangunan Sarana Jaya.
KPK sudah menahan YCP (Yoory Corneles Pinontoan) selaku Direktur Utama (Dirut) nonaktif Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya.
Penahanan ini dilaksanakan usai Yorry dinyatakan sebagai tersangka pada kasus dugaan tindak pidana korupsi (tipikor) terkait pengadaan tanah di Munjul, Kelurahan Pondok Rangon, Kecamatan Cipayung, Kota Jakarta Timur, DKI Jakarta, tahun 2019.
“Tim penyidik melakukan penahanan tersangka YCP (Yoory Corneles Pinontoan) selama 20 hari terhitung sejak 27 Mei 2021 sampai dengan 15 Juni 2021 di Rutan KPK Cabang Pomdam Jaya Guntur,” ucap Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron dikutip dari Antara di gedung KPK Jakarta, pada Kamis, 27 Mei 2021.
Yorry juga akan terlebih dahulu melakukan isolasi mandiri selama 14 hari di Rutan Cabang KPK Kavling C1 demi menaati protokol kesehatan yang berlaku.
Yorry tak menjadi tersangka satu-satunya di kasus ini, karena KPK sebelumnya telah menetapkan dua orang tersangka dan satu korporasi.
Ke empat tersangka tersebut antaranya Direktur Utama Perusahaan Umum Daerah Pembangunan Sarana Jaya Yoory Corneles Pinontoan (YRC), Wakil Direktur PT Adonara Propertindo Anja Runtuwene (AR), Direktur PT Adonara Propertindo Tommy Adrian (TA), dan korporasi PT Adonara Propertindo (AP).
Namun untuk Anja dan Tomy belum dilakukan penahanan oleh KPK, tapi mereka berdua secepatnya akan mendapat panggilan.
“Diduga telah mengakibatkan kerugian keuangan negara setidak-tidaknya sebesar sejumlah Rp152,5 miliar,” ucap Pelaksana Harian (Plh) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Setyo Budiyanto.
Semula, Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Provinsi DKI Jakarta yakni Perusahaan Daerah Pembangunan Sarana Jaya (PDPSJ) yang berkecimpung di bidang properti tanah dan bangunan berniat untuk mendapatkan tanah di wilayah Jakarta. Tanah tersebut rencananya akan dijadikan unit bisnis ataupun bank tanah.
“Salah satu perusahaan yang bekerja sama dengan PDPSJ dalam hal pengadaan tanah di antaranya adalah PT Adonara Propertindo (AP) yang kegiatan usahanya bergerak di bidang properti tanah dan bangunan,” tutur Setyo.
Pada 8 April 2019, telah disetujui penandatanganan mengenai pengikraran akta perjanjian jual beli di hadapan notaris yang berlokasi di Kantor PDPSJ antara pihak Yorry Corneles selaku pembeli dengan Anja Runtuwene selaku penjual.
Kemudian di waktu yang sama dilakukan penyetoran senilai lima puluh persen atau Rp108,9 miliar ke rekening Bank DKI milik Anja. Beberapa waktu setelahnya, pihak Yorry memberikan perintah untuk melakukan penyetoran lagi kepada Anja dengan nominal Rp43,5 miliar yang berakibat kerugian negara mencapai Rp152,5 miliar.(*pikiranrakyat/ferry)