JAKARTA, mejahijau.com – Kejaksaan Agung Republik Indonesia resmi memberhentikan Jaksa Pinangki Sirna Malasari dari jabatan pegawai negeri sipil (PNS).
Pinangki merupakan terpidana kasus suap terkait pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Joko Tjandra melalui Kejaksaan Agung.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Pinangki diberhentikan dengan tidak hormat terhitung mulai hari ini, Jumat, 06 Agustus 2021.
“Telah dikeluarkan Keputusan Jaksa Agung RI No. 185 Tahun 2021 tanggal 6 Agustus 2021 tentang pemberhentian karena melakukan tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan terhadap pegawai negeri sipil atas nama Dr Pinangki Sirna Malasari SH MH,” kata Leonard saat menyampaikan keterangan pers melalui sambungan daring.
Menurut Leonard, Jaksa Agung Sanitiar dalam mengeluarkan keputusan itu mengalaskan pada beberapa pertimbangan. Pertama, putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta No. 10/Pid.Sus/2021/PT.DKI tanggal 14 Juni 2021 lalu. Putusan itu diketahui memangkas hukuman Pinangki menjadi 4 tahun penjara dari 10 tahun di tingkat pertama.
Kedua, berita acara pelaksanaan putusan pengadilan tanggal 2 Agustus 2020 mengenai pelaksanaan putusan banding tersebut. Sementara pertimbangan ketiga adalah ketentuan Pasal 87 Ayat (4) huruf d UU No. 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 250 huruf b Peraturan Pemerntah No. 11/2017 tentang Manajemen PNS sebagaimana diubah dengan PP No. 7/2020.
Beleid itu menjelaskan PNS diberhentikan dengan tidak hormat jika sudah ada putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah dalam perkara tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan.
Berdasarkan pertimbangan di atas, Leonard menyebut, SK Jaksa Agung No. 185 di atas sekaligus mencabut SK sebelumnya pada 12 Agustus 2020.
SK No. 164 Tahun 2020 itu berkenaan dengan pemberhentian sementara Pinangki dari jabatan PNS. Dengan pemecatan Pinangki, maka fasilitas yang melekat pada dirinya sebagai PNS pun turut dilucuti.
“Hal operasional, peralatan-peralatan operasional kedinasan tetap melekat ada di kantor pada saat di mana posisi Pinangki terakhir,” tandas Leonard.
Diketahui, Pinangki terbukti bersalah menerima suap dari terpidana kasus hak tagih atau cessie Bank Bali, Joko Soegiarto Tjandra.
Saat itu, Joko masih berstatus buronan. Suap sebesar US$500 ribu diberikan untuk pengurusan fatwa Mahkamah Agung melalui Kejagung agar Joko bisa kembali ke Indonesia tanpa menjalani eksekusi dua tahun berdasarkan puusan Peninjauan Kembali tanggal 11 Juni 2009.
Pinangki juga turut menyusun rencana aksi (action plan) terkait pelaksanaan permohonan fatwa MA melalui Kejagung. Adapun pihak lain yang terlibat adalah Joko dan rekan Pinangki bernama Andi Irfan Jaya. Selain itu, Pinangki terbukti melakukan pencucian uang dengan cara menukarkannya ke dalam rupiah, membeli satu unit mobil BMW X5, pembayaran sewa apartemen dan dokter kecantikan di Amerika Serikat, pembayaran kartu kredit, maupun membayar sewa dua apartemen di Jakarta.(*mic)