JAKARTA, mejahijau.com – Presiden Abdurrahman Wahid alias Gus Dur dianggap sebagai korban makar atau kudeta yang diyakini ada peran wakilnya Megawati Soekarnoputri.
Hal itu disampaikan oleh Jurubicara Gus Dur, Adhie M Massardi saat berbincang dengan wartawan senior Hersubeno Arief di kanal YouTube Hersubeno Point bertajuk “Megawati Kudeta Gus Dur.
Jubir Gus Dur: Pernyataan Demokrat Banyak Benarnya” yang tayang perdana hari ini, Rabu, 6 Oktober 2021.
Dalam perbincangannya, Adhie meluruskan informasi yang telah beredar di masyarakat soal sosok di balik pelengseran Gus Dur adalah Amien Rais.
Sepengetahuan Adhie, Amien hanya berperan sebagai ketua sidang istimewa saat menjabat sebagai Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
“Kalau kita lihat refleksi kemudian dibandingkan dengan sekarang, kan kelihatan sekali bahwa Ketua MPR itu hanya memegang ketok palu. Kita lihat misalnya sekarang seperti Bambang Soesatyo, untuk menjelaskan bahwa mau amandemen atau tidak, apakah ada persetujuan perpanjangan presiden, dia kan tidak punya kekuasaan apa-apa,” ujar Adhie seperti dikutip Kantor Berita Politik RMOL, Rabu, 6 Oktober 2021, sore.
Adhie melihat pada waktu itu, Amien Rais hanya sebagai pemegang palu dari sidang istimewa. Karena jika benar Amien di balik sosok yang mengkudeta Gus Dur, dianggap ganjil karena PAN pada waktu itu hanya sedikit anggotanya.
“Waktu itu, dalam sidang MPR itu kan mula-mula ditanya, waktu itu tidak ada voting zaman itu. Ditanya, menurut jumlah fraksinya dulu. Saya lihat ya Pak Amien menawarkan, ‘siapa yang setuju pelengseran Gus Dur?’ kira-kira begitu lah. Dan semua anggota PDIP berdiri, semua anggota PDIP berdiri yang terbesar,” kata Adhie.
Selanjutnya anggota yang terbanyak lainnya berasal dari Golkar, Fraksi ABRI dan lainnya.
“Yang menarik itu, kalau lihat rekamannya itu, dari PKB ada satu orang, namanya Pak Matori Abdul Jalil berdiri satu orang. Karena PKB yang lain kan karena tidak setuju dengan sidang istimewa ini. dianggap ilegal, inkonstitusional, mereka walkout. Jadi cuma seorang Pak Matori yang kemudian oleh Megawati setelah selesai pelengseran Gus Dur diangkat menjadi Menteri Pertahanan sebagai imbalan jasa, kira-kira gitu,” terang Adhie.
Sehingga kata Adhie, pada saat itu posisi Amien hanya sebagai Ketua sidang istimewa. Adhie meyakini Amien bukanlah aktor di balik makar terhadap Gus Dur.
“Saya juga merasa yakin waktu itu bahwa Pak Amien kan punya wawasan politik yang bagus, juga seorang yang demokratis. Kalau kita jelaskan dari proses pelengseran Gus Dur bagaimana fraksi-fraksi partai-partai di parlemen itu setuju, ya semua pasti setuju, jadi ketua sidang hanya tinggal ketok palu saja,” terang Adhie.
Adhie pun juga menjawab terkait pernyataan Gus Dur saat diwawancarai di stasiun televisi swasta waktu itu yang mengatakan ada dua orang yang bertanggung jawab atas pelengseran yaitu Amien dan Megawati.
“Tapi kan posisinya memang berbeda. Kalau Pak Amien sebagai ketua sidang, kalau Bu Mega sebagai Wakil Presiden yang sekaligus memimpin partai terbesar. Ini kan yang menjadi aneh. Jadi sebetulnya kalau dilihat dari kacamata sekarang tuh, tidak ada lain kecuali makar, kudeta. Karena wakil presiden, instrumen di parlemennya jalan untuk pelengseran ya jalan,” tutur Adhie.
Dalam konstruksi ketatanegaraan sambung penjelasan Adhie, sidang istimewa pelengseran Gus Dur merupakan sebuah kudeta yang sangat tidak layak dilakukan.
Sebab, menurut Adhie, PDI Perjuangan bukanlah partai oposisi kekuasaan. Megawati sebagai ketua umum saat ini menjabat Wakil Presiden Gus Dur
“Jadi kira-kira kalau dalam pribahasanya, menggunting dalam lipatan. Tapi yang menarik sebetulnya begini, yang Gus Dur sendiri tahu bahwa ini permainan politik, bagian dari permainan politik itu adalah dapat risiko politik dan Gus Dur menanggung itu, tidak ada masalah. Karena setelah itu masih baik-baik dengan Pak Amien, juga dengan Bu Mega masih baik-baik saja,” pungkas Adhie.(*rmol)