JAKARTA, mejahijau.com – Diperkirakan ada sekitar 300 kapal milisi maritim China yang berseliweran di Kepulauan Spratly, Laut China Selatan, di tengah meningkatnya upaya Beijing untuk mengklaim wilayah tersebut.
Begitu laporan penelitian CSIS (Centre for Strategic and International Studies) di Amerika Serikat (AS) yang diterbitkan pada hari Kamis, 18 November 2021.
Kemunculan dan berkembang pesatnya milisi maritim China bersamaan dengan semakin tegasnya klaim Beijing atas Laut China Selatan. Milisi maritim sendiri terdiri dari kapal-kapal milisi yang dibuat khusus dan armada kapal penangkapan ikan komersial.
Milisi maritim China berasal dari bagian pertahanan pantai yang dilakukan selama tahun 1950-an. Sejak China merebut Kepulauan Paracel dari Vietnam pada 1970-an, milisi maritim telah berkembang dalam ukuran dan cakupan yang lebih besar.
Pemerintah China juga dilaporkan mendukung bahkan memberikan subsidi untuk bahan bakar, konstruksi, dan perbaikan mereka.
“Selama tahun 2000-an, milisi mengalihkan fokusnya untuk mengawasi dan melecehkan aktivitas militer asing yang ditentang Beijing,” tulis laporan CSIS.
Direktur Program Asia Tenggara dan Inisiatif Transparansi Maritim Asia di CSIS sekaligus salah satu penulis laporan tersebut, Greg Poling mengatakan, telah ada upaya yang jelas untuk memprofesionalkan milisi maritim sejak Presiden Xi Jinping berkuasa.
Greg Poling mengatakan, kapal penangkap ikan milisi maritim profesional (MMFV) telah beroperasi di beberapa pelabuhan di Hainan, lepas pantai selatan China. Sedangkan armada tulang punggung Spratly (SBFV) adalah kapal penangkap ikan yang beroperasi di lima pelabuhan di Provinsi Guangdong.
“Beijing hanya dapat mengklaim bahwa ini adalah aktor komersial, tetapi penginderaan jauh dan bukti foto dapat digabungkan untuk membedakan kapal milisi dari non-milisi,” jelasnya.
Sementara itu, Peneliti di Institut Pertahanan dan Studi Strstegis di Universitas Teknologi Nanyang, Collin Koh mengatakan, batas antara kegiatan komersial dan pertahanan oleh milisi militer China seringkali menjadi kabur karena banyak kapal masih terlibat dalam operasi penangkapan ikan skala besar, sementara di sisi lain juga bekerja sama untuk patroli militer.
“Personel milisi maritim China tidak hanya mengungguli tugas ini secara penuh waktu. Mereka seharusnya ‘mampu memancing, dan mampu bertarung,’ untuk meminjam apa yang telah disebutkan dalam literatur Tiongkok tentang hal ini,” kata Koh kepada Al Jazeera.
“Ini berarti dalam rutinitas sehari-hari, milisi maritim China mungkin berada di luar sana, melakukan kegiatan penangkapan ikan seperti biasa, tetapi ini juga mengharuskan dia untuk melakukan misi patriotiknya pada saat yang sama,” lanjutnya.
Dalam laporannya, CSIS mengatakan, mayoritas kapal milisi China tidak dapat dikaitkan langsung ke pemerintah China dengan bukti-bukti umum yang ada.
Tetapi mereka dapat dengan mudah diidentifikasi melalui foto, video, data dari sistem identifikasi, dan informasi lainnya.
Selain itu, kapal milisi juga memiliki manuver tersendiri, yaitu “rafting-up” dengan mengikat beberapa kapal bersama-sama.(rmolc)