JAKARTA, mejahijau.com – Menetapkan Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka tanpa prosedur yang tepat, Ketua KPK Firli Bahuri Cs didesak segera pecat dari jabatan.
“Negara sedang hadapi agenda-agenda besar, KPK malah ciptakan ketegangan antar lembaga. Ini sangat berbahaya bagi keselamatan negara,” ungkap Ketua Harian DPP Inakor, Rolly Wenas kepada redaksi mejahijau.com, Sabtu, (29/07).
Lanjut Aktivis ini, keputusan KPK menetapkan Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka korupsi merupakan langkah blunder Firli Bahuri Cs.
“TNI kan ada prosedur tersendiri. Hanya orang sembrono yang menetapkan anggota militer aktif sebagai tersangka. Lalu sudah dipublish luas oleh media-media. Dan itu sudah dilakukan oleh KPK,” tandasnya.
Atas keteledoran tersebut, kata Rolly Wenas, pihak Dewan Pengawas (Dewas) KPK diminta segera mencabut jabatan Firli Bahuri Cs dari komisioner KPK.
“Berhentikan segera Firli Cs. Dan untuk memberhentikan mereka kan tidak sulit, tidak butuh waktu lama. Apalagi bukti-bukti kesalahan fatalnya sudah sangat jelas. Demi kenyamanan nasional, segera gelar sidang etik untuk Firli Bahuri dan kawan-kawannya,” tandasnya.
Menurut Rolly Wenas, penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi sebagai tersangka oleh KPK adalah keputusan yang
sembrononya luar biasa .
“Ini luar biasa sembrono. Anggota militer harusnya diserahkan kepada militer dulu, bukan seenaknya ditindaki KPK. Dan tidak cukup kalau cuma minta maaf. Komisioner KPK baiknya direstrukturisasi lagi. Caranya pecat sesuai prosedur sidang etik oleh Dewan Pengawas KPK,” pungkasnya.
Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK terbilang kini kena batunya.
Mengutip dari kompas.com, Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menilai, tindakan KPK yang keliru menetapkan tersangka pejabat Basarnas berlatar belakang militer harus mendapatkan sanksi dari Dewan Pengawas (Dewas).
Boyamin berpandangan, pimpinan komisi antirasuah yang mengumumkan seseorang sebagai tersangka dengan prosedur yang tidak sah telah nyata melanggar Hak Asasi Manusia (HAM).
“KPK tidak cukup hanya minta maaf karena sudah melanggar HAM yaitu penetapan dan pengumuman tersangka secara tidak sah, pimpinan KPK juga harus kena sanksi pelanggaran kode etik,” ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman, Jumat, (28/07).
Dewas KPK diminta menindak pimpinan Komisi Antirasuah yang lalai terhadap proses hukum tersebut.
“Tapi kesalahannya keterlaluan dan tidak bisa dimaafkan karena ini proses hukum. Seluruh pimpinan harus kena sanksi berat Dewas KPK,” kata Boyamin.
Sebelumnya, KPK meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono karena telah menangkap tangan dan menetapkan tersangka pejabat Basarnas dari lingkup militer.
Untuk diketahui, KPK sebelumnya menetapkan tersangka Kepala Basarnas, Marsekal Madya TNI Henri Alfiandi setelah menangkap tangan bawahannya, Letkol (Adm) TNI Afri Budi Cahyanto.
Wakil Ketua KPK Johanis Tanak mengatakan, pihaknya memahami semestinya penanganan dugaan korupsi Henri dan Afri ditangani oleh Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI.
Pernyataan ini Tanak sampaikan usai menggelar audiensi dengan sejumlah petinggi militer termasuk Komandan Pusom (Danpuspom) TNI, Marsekal Muda R Agung Handoko.
“Kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan,” kata Tanak dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/07).
Menurutnya, saat melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa (25/7/2023) lalu, tim KPK memahami Afri merupakan prajurit TNI. Namun penyelidik KPK khilaf sehingga Afri tetap diciduk dan diproses hukum oleh KPK hingga mendapat status tersangka.
“Kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasannya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK,” tutur Tanak.
KPK menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan orang kepercayaannya, Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
Afri merupakan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas. Ia juga merupakan prajurit TNI Angkatan Udara (AU) berpangkat Letkol Adm.
Mereka diduga menerima suap hingga Rp 88,3 miliar sejak 2021-2023 dari berbagai pihak.
KPK juga menetapkan tiga pihak swasta sebagai tersangka. Sebagian terduga penyuap itu adalah Komisaris Utama PT Multi Grafika Cipta Sejati Mulsunadi Gunawan, Direktur Utama PT Intertekno Grafika Sejati Marilya; dan Direktur Utama PT Kindah Abadi Utama Roni Aidil.
Mereka memberikan uang sekitar Rp 5 miliar kepada Henri melalui Afri karena ditetapkan sebagai pemenang lelang pengadaan peralatan di Basarnas.
Pengusutan dugaan korupsi di Basarnas diungkap ke publik setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT) pada Selasa, (25/07).
Sementara itu, Henri menyatakan siap bertanggung jawab atas kebijakannya sebagai Kepala Basarnas. Ia mengaku uang yang diterima melalui Afri bukan untuk kebutuhan pribadi melainkan kantor.
“Tujuannya memang untuk itu,” ujarnya kepada wartawan.
Sementara konferensi pers di Mabes TNI Cilangkap, pihak TNI menilai KPK telah melakukan penetapan hukum Henri dan Afri yang tak sesuai prosedur.(tr)