TONDANO, mejahijau.com – Meski sudah ditegaskan Permendikbud Nomor 75 tahun 2016 tentang Komite Sekolah, bahwa komite maupun pihak sekolah tak diperbolehkan melakukan pungutan atau penggalangan dana kepada murid dan wali murid, sepertinya aturan tersebut tak diindahkan pihak sekolah SMP Negeri 2 Tompaso di Desa Pinabetengan, Kecamatan Tompaso Barat, Minahasa.
Keterangan yang berhasil dirangkum mejahijau.com, untuk mengikuti Ujian Nasional Berbasis Komputer (UNBK) 2019, komite bersama pihak sekolah mematok setiap siswa kelas 3 wajib mengumpulkan uang sebesar Rp250 ribu.
“Uang sebesar itu untuk keperluan membeli server pada agenda pelaksanaan UNBK, ungkap sumber dari warga di Desa Tompaso yang identitasnya enggan dipublish, Rabu (16/01/2019).
Lanjut dikatakan, sepengetahuannya ada aturan komite dan pihak sekolah tak diperbolehkan memungut uang dari murid dan orang tua siswa.
“Kalau semua siswa kelas 3 memiliki kewajiban yang sama mengumpulkan Rp250 ribu untuk mengikuti UNBK, tindakan ini mungkin sudah masuk kategori pungutan liar (pungli),” ucap sumber kepada wartawan media ini.
Perkataan yang sama diutarakan sejumlah murid SMP Negeri 2 Tompaso di desa Pinabetengan.
Terkait sinyalemen punglin, Kepala Sekolah (Kepsek) SMP Negeri 2 Tompaso Andri Harto Saean S.Pd dikonfirmasi membenarkan soal pungutan dimaksud. Namun kebijakan tersebut sudah dibicarakan lewat rapat antara komite sekolah, orang tua siswa, bersama pihak sekolah.
“Jadi ini atas persetujuan bersama, bukan atas kemauan komite dan pihak sekolah,” kata Kepsek Andri, Kamis (17/01/2018).
Bahkan, lanjut Kepsek, pungutan tersebut awalnya dari usulan orang tua siswa. Dan pihak sekolah hanya meresponinya, dengan catatan biaya UNBK hanya dibatasi 20 juta.
“Tetapi orangtua siswa justru menginginkan jumlahnya ditambah lagi. Kami juga sudah mengusulkan pengadaan komputer dan server ke Diknas, tapi kami hanya diimbau untuk melaksanakan lebih dahulu,” katanya.
Menurut Kepsek, untuk menghadapi UNBK kebutuhan biayanya cukup besar. Dan menghadapinya bagaimana caranya sekolah menanggulangi apalagi uang yang terkumpul belum masuk semua.
Kepsek Andri mengaku heran hanya SMP Negeri 2 Tompaso yang disorot soal pungutan tersebut, padahal sekolah-sekolah lain di Kabupaten Minahasa memiliki kebijakan yang sama.
“Satu hal yang pasti, kenapa topik ini hanya sekolah kami saja yang disorot, padahal banyak sekolah lain punya kebijakan yang sama,” gerutunya.(ferry)