MANADO, mejahijau.com – Penerapan sistem e-tiketing di pelabuhan Manado mendatangkan banyak sorotan dari warga pengguna jasa angkutan laut. Mereka merasa dipersulit oleh sistem e-tiketing yang dijalankan di pelabuhan tersebut.
Seperti disampaikan seorang warga Sangihe, bahwa sistem tersebut pada dasarnya baik namun sangat disesali masyarakat justru menjadi budak antrian oleh sistem bodoh itu.
“Memang tujuan e-tiketing baik karena dapat mengontrol jumlah penumpang demi keselamatan pelayaran. Tetapi sayangnya yang terjadi malah sebaliknya. Warga pengguna jasa pelayaran dipaksa untuk mengantri berjam-jam lamanya,” tutur Opo, panggilan warga Tahuna, Sangihe, Kamis, 13 Maret 2020.
Menurutnya, kelemahan sistem tersebut berada pada barcode yang harus diambil oleh masyarakat. Mereka harus mengantri sampai tiga kali dengan pintu masuk scanner barcode hanya ada 2 (dua) sehingga antrian terasa sangat lama.
“Seharusnya barcode bisa dimiliki masyarakat saat membeli tiket agar tidak harus antri berkali – kali juga pintu masuknya pun harus ditambah agar antrian menjadi mudah dan cepat,” kata Opo yang kerjanya bisnis lintas kepulauan.
Lanjut dikatakan, sangat lucu ketika otoritas pelabuhan mensyaratkan pengantar atau pengunjung meninggalkan e-KTP di loket depan, tanpa jaminan kehilangan dari petugas pelabuhan.
“Jadi intinya, pihak otoritas pelabuhan Manado dapat mengkaji ulang sistem yang diterapkan sehingga kesulitan-kesulitan yang dirasakan masyarakat bisa teratasi,” pungkasnya.
Diketahui, antrian yang harus dilalui oleh masyarakat pengguna jasa pelabuhan yakni mulai dari loket pembelian tiket, di loket operator untuk check-in, serta di pintu scanner barcode.(andi pusut)