RATAHAN, mejahijau.com – Surat Dinas Kapolres Minahasa Tenggara (Mitra) kepada Kepala Desa Ratatotok Satu yang meminta pengukuran dan penunjukan batas tanah menjadi buah bibir.
Orang nomor 1 di Polres Mitra ini sontak menjadi bahan pergunjingan masyarakat karena terbilang berani menerbitkan surat dinas yang diduga tak sesuai tupoksi Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
Surat dinas berkop Polri nomor: B/170/VI/2021/Reskrim tertanggal 18 Juni 2021 ini ditandatangani langsung Kapolres Mitra AKBP Rudi Hartono SIK, MH, M.Si, meminta Kepala Desa Ratatotok Satu untuk melakukan pengukuran dan penunjukan batas tanah milik Adri Didi Mamahit.
Padahal obyek tanah yang memiliki kandungan biji-biji emas itu kabarnya masih dalam status sengketa antara Adri Didi Mamahit dengan pihak lain.
Baru-baru ini, mantan Kepala Desa Ratatotok Satu Stien Frida Porayow dikonfirmasi redaksi mejahijau.com dikediamannya di Desa Kiawa, Minahasa, membenarkan soal surat dinas Kapolres Mitra yang meminta pengukuran kembali dan penunjukan batas tanah milik Adri Didi Mamahit.
“Iyaa benar, itu surat Kapolres Mitra yang meminta pengukuran tanah. Dan yang saya tahu,- masyarakat desa juga tahu kalau tanah itu milik keluarga Tambuwun,” ujar Porayow ketika redaksi mejahijau.com memperlihatkan salinan surat dinas Kapolres Mitra.
Surat dinas itu, kata Porayow, dia tahu karena diberitahukan oleh anaknya yang bertugas di wilayah Ratatotok.
“Saya diberitahu oleh anak saya yang juga anggota Polri, bahwa ada surat dari Kapolres Mitra yang meminta pengukuran tanah. Tetapi permintaan Kapolres Mitra itu tidak disetujui saya bersama perangkat desa,” ungkap Porayow.
Alasan pemerintah desa tak dapat memenuhi surat dinas Kapolres Mitra, kata Porayow, itu karena dokumen kepemilikan oknum dalam surat Kapolres Mitra sangat meragukan.
“Karena surat yang ditandatangani hukumtua yang lama soal 18 hektar itu, sangat meragukan. Diduga kuat bukan tandatangan asli mantan hukumtua masa itu,” jelas Porayow.
Lanjut dia, terkait surat mantan hukumtua itu sudah ada pihak yang mengecek langsung kepada anak mantan hukumtua. Ternyata tandatangan itu ditolak, bukan tandatangan milik orangtuanya semasih menjabat kepala desa.
“Jadi pemerintah desa Ratatotok Satu tidak berani ambil sikap untuk melakukan pengukuran, karena diduga palsu!,” pungkas Stien Frida Porayow.
Terkait surat dinas tersebut, Kapolres Mitra AKBP Rudi Hartono dikonfirmasi via whastapp nomor 0811262XXX, Senin 29 November 2021, membenarkan kalau surat dinas tersebut diterbitkan oleh dirinya selaku Kaplres Mitra.
Dan surat dinas tersebut, kata AKBP Hartono, itu dalam kaitannya dengan tugas pengusutan kasus atas obyek tanah dimaksud.
“Tolong dilihat dalam surat, bahwa Kapolres selaku penyidik, berarti surat itu ada kaitannya dengan penyelidikan dan penyidikan yang dilakukan oleh Satreskrim,” kata AKBP Rudi Hartono sebagaimana pesan WA-nya, ‘Tlg di lihat dalam surat bahwa Kapolres selaku penyidik, berarti surat itu ada kaitannya dg penyelidikan dan penyidikan yg dilakukan oleh Satreskrim’.
Selidik punya selidik, Kapolres Mitra ternyata ada benarnya bahwa obyek tanah tersebut terkait dengan suatu perkara.
Revol Tambuwun, warga Desa Ratatotok, membenarkan lokasi tanah itu dalam sengketa karena dirinya sudah ditetapkan tersangka oleh Polres Mitra.
“Benar saya sudah ditetapkan tersangka, tetapi pengusutan dihentikan karena tidak cukup bukti. Surat penghentian penyidikan keluar setelah gelar perkara pada bulan Oktober 2021 lalu,” ucap Hin sapaan akrab Revol Tambuwun.
Atas tanah yang diminta pengukuran oleh Polres Mitra, Hin mengaku heran dirinya ditetapkan tersangka penggelapan hak atas tanah di lahan tanah milik keluarganya sendiri.
Surat dinas Kapolres Mitra itu sempat menjadi bahan perbincangan warga masyarakat di wilayah pertambangan emas di Kabupaten Minahasa Tenggara (Mitra).(vanny/tim redaksi)