MANADO, mejahijau.com – Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga mengatakan, untuk kesekian kalinya Kemendag RI akan merevisi aturan perdagangan daring.
Revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 50 Tahun 2020 Tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik tersebut, bukan tanpa alasan.
Revisi itu ditempatkan dalam konteks perlindungan dan memberi rasa adil terhadap Usaha Kecil Mikro dan Menengah (UMKM) serta jutaan pedagang konvensional di Tanah Air.
Kemendag berusaha untuk mencegah predatory pricing atau jual rugi dilakukan untuk memberikan keadilan bagi semua pelaku usaha, baik yang berjualan secara konvensional maupun di platform daring, serta konsumen.
“Demi memberi rasa adil bagi pelaku UMKM dan pedagang konvensional, harus ada penyesuaian dan peraturan yang melindungi semua,” kata Ketua Umum DPP AMPI ini saat dihubungi.
Bacaleg DPR RI Nomor Urut 2 Partai Golkar dari Dapil Sulut itu menuturkan, Revisi Permendag juga bentuk keberpihakan terhadap penjualan UMKM dan konvensional tercatat ada 10 juta UMKM di Indonesia.
Kemudian jutaan pedagang konvensional yang menyebar di ribuan pasar tradisional.
“Karena itu harus dipisahkan secara jelas antara social media, e-commerce, dan social commerce,” ujar Anggota Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat Kerukunan Keluarga Kawanua (KKK) ini.
Menurut dia, media sosial dan e-commerce tak dapat menjalankan fungsinya secara bersamaan karena bertentangan dengan peraturan Kemendag.
“Jadi social media itu fungsinya hanya sebagai media sosial (sarana komunikasi), tidak bisa berjualan,” ucap mantan Ketua Ikatan Pemuda dan Mahasiswa Minahassa di Jakarta ((IPMMJ) Ini.
Melalui revisi ini, Kemendag juga berusaha tidak ada produk impor yang masuk tanpa mengikuti prosedur yang berlaku.
“Ini yang ingin kita atur, jangan sampai ada barang masuk secara ilegal,” kata Jerry.
Wakil Ketua MPO Purna Paskibraka Indonesia (PPI) Sulut ini melanjutkan jika revisi Permendag No 50 Tahun 2020 tersebut bukanlah upaya untuk melarang penjualan daring, namun untuk mengatur aktivitas ekonomi tersebut.
“Tugas pemerintah adalah mengatur, jadi kita atur platformnya. Sehingga, ketika ada platform mengklaim sebagai sebuah social media dan ada peraturannya bahwa tidak boleh dicampur (antara media sosial dan e-commerce), maka tidak boleh dicampur,” ujar Wakil Ketua Dewan Pakar Dewan Pimpinan Pusat Generasi Penerus Perjuangan Merah Putih (GPPMP) ini.
Sehingga, menurut
, TikTok yang merupakan media sosial, namun memiliki fitur TikTok Shop, akan dikategorikan sebagai social commerce.
Mengenai revisi Permendag itu mendapat dukungan masyarakat UMKM dan pedagang pasar tradisional dari Sulut.
“Saya kira posisi Pak Jerry Sambuaga jelas. Beliau mengawal produk hukum yang dibuat untuk melindungi dan memberi rasa adil kepada pedagang konvensional dan pelaku UMKM,” ujar Ketua UMKM Sulut Servie Kilis.
Servie dan kawan-kawan menganggap ideal dan wajar jika Jerry Sebagai palang pintu yang dianggap pelindung UMKM aktif mendorong revisi Permendag tersebut.
“Saya pikir upaya Kemendag juga selaras dengan komitmen mengembangkan jutaan UMKM di Tanah Air. Karena UMKM kita bisa saja dihajar produk luar Negeri yang masuk melalui platforn media sosial. Itu tidak adil,” tutur Fate Umboh, pelaku UMKM Sulut lainnya.
Dukungan juga datang dari pedagang Pasar Bersehati Isnandar Amiri.
“Memang idealnya media sosialnyu dibatasi. Jangan rambat semua urusan yang bisa mematikan usaha dan dagangan rakyat kecil. Karena kami juga bayar pajak dan retribusi,” ujar Amiri.(*/tr)